Ilustrasi: Simbol hubungan harmonis antara manusia (tangan) dan lingkungan (pohon dan daun) yang didukung oleh elemen alam (matahari).
Hubungan antara Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan hidup mungkin tidak selalu terlihat secara eksplisit dalam pemahaman sehari-hari. Namun, keduanya memiliki ikatan yang sangat erat dan saling memengaruhi. Lingkungan yang sehat adalah fondasi penting bagi pemenuhan berbagai hak asasi manusia, sementara pelanggaran HAM seringkali beriringan dengan degradasi lingkungan. Memahami koneksi ini krusial untuk membangun masyarakat yang adil, lestari, dan menjunjung tinggi martabat manusia.
Secara formal, pengakuan hak atas lingkungan yang sehat belum terintegrasi secara universal dalam semua instrumen HAM internasional. Namun, banyak pandangan dan perkembangan hukum yang semakin mengarahkan pada pengakuan tersebut. Konsep ini berakar pada hak fundamental manusia yang lain, seperti hak atas kehidupan, hak atas kesehatan, dan hak atas standar hidup yang layak. Bagaimana mungkin seseorang dapat menikmati hak atas kesehatan jika ia terpapar polusi udara yang parah atau mengonsumsi air yang tercemar? Atau bagaimana hak atas kehidupan dapat terpenuhi jika sumber daya alam yang menopang keberlangsungan hidup generasi mendatang dirusak secara masif?
Lingkungan yang buruk dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari penyakit pernapasan, infeksi, hingga gangguan tumbuh kembang pada anak-anak. Selain itu, bencana alam yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim juga mengancam hak atas keselamatan dan hak untuk tidak menjadi pengungsi. Masyarakat yang paling rentan, seperti kaum miskin, masyarakat adat, dan perempuan, seringkali menjadi pihak yang paling terdampak oleh kerusakan lingkungan. Ketidakadilan lingkungan ini secara langsung melanggar prinsip non-diskriminasi yang merupakan inti dari HAM.
Di sisi lain, praktik-praktik yang melanggar HAM seringkali berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan. Proyek-proyek pembangunan yang mengabaikan konsultasi publik, hak atas tanah masyarakat adat, atau studi dampak lingkungan yang memadai dapat berujung pada perusakan hutan, pencemaran sungai, atau hilangnya keanekaragaman hayati. Perusahaan yang beroperasi tanpa akuntabilitas dan mengabaikan standar lingkungan demi keuntungan semata juga merupakan contoh nyata bagaimana keserakahan dapat merusak ekosistem dan mengancam hak hidup manusia.
Konflik bersenjata, misalnya, seringkali meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang parah, seperti kontaminasi bahan kimia berbahaya, penebangan liar, atau perburuan satwa liar untuk mendanai perang. Pemberantasan hutan secara ilegal, penambangan tanpa izin, dan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan seringkali dilakukan dengan mengorbankan hak-hak masyarakat lokal, termasuk hak atas pangan, hak atas air bersih, dan hak atas sumber penghidupan. Dalam konteks ini, penegakan hukum yang lemah dan tata kelola yang buruk menjadi faktor yang memperparah kedua masalah tersebut.
Upaya melindungi HAM dan lingkungan harus dilakukan secara simultan dan terintegrasi. Pemerintah memiliki tanggung jawab utama untuk menciptakan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung keduanya. Ini mencakup penetapan standar lingkungan yang ketat, penegakan hukum yang adil, serta memastikan partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan. Perlindungan terhadap aktivis lingkungan dan pembela HAM yang berani menyuarakan isu-isu ini juga mutlak diperlukan.
Masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta juga memiliki peran penting. Organisasi masyarakat sipil dapat menjadi pengawas, advokat, dan fasilitator dalam mewujudkan lingkungan yang sehat dan hak asasi manusia yang terpenuhi. Sektor swasta diharapkan dapat mengadopsi praktik bisnis yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, yang mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari setiap operasinya. Konsumen juga dapat berperan dengan memilih produk dan jasa yang ramah lingkungan dan mendukung perusahaan yang memiliki rekam jejak baik dalam isu HAM dan lingkungan.
Pendidikan adalah kunci. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keterkaitan HAM dan lingkungan akan mendorong lahirnya individu yang peduli dan proaktif. Ketika masyarakat memahami bahwa kualitas udara yang buruk di sekitar mereka bukan hanya masalah teknis, tetapi juga pelanggaran hak atas kesehatan, maka tuntutan untuk perubahan akan semakin kuat. Demikian pula, ketika masyarakat menyadari bahwa kerusakan hutan di daerah lain dapat berdampak pada kelangkaan air bersih di wilayah mereka, empati dan kepedulian akan tumbuh.
Kesimpulannya, isu HAM dan lingkungan hidup bukanlah dua entitas yang terpisah, melainkan dua sisi dari mata uang yang sama. Memastikan lingkungan yang lestari adalah cara fundamental untuk menjamin bahwa hak-hak dasar setiap manusia dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang. Keberlanjutan lingkungan adalah prasyarat bagi keberlanjutan kemanusiaan itu sendiri.