Surah Az-Zumar Ayat 5: Merenungi Keagungan Penciptaan Semesta dan Kuasa Ilahi

Pendahuluan: Keagungan Ayat 5 Surah Az-Zumar

Al-Quran adalah kitab suci yang penuh dengan hikmah dan petunjuk, di dalamnya terkandung ayat-ayat yang mengajak manusia untuk merenung, berpikir, dan memahami kebesaran Sang Pencipta. Salah satu ayat yang memiliki kedalaman makna luar biasa adalah Surah Az-Zumar ayat 5. Surah Az-Zumar sendiri merupakan surah ke-39 dalam Al-Quran, termasuk golongan surah Makkiyah, yang sebagian besar ayat-ayatnya fokus pada penguatan tauhid (keesaan Allah), hari kebangkitan, dan ancaman bagi orang-orang musyrik.

Ayat ke-5 dari surah ini berdiri sebagai mercusuar yang menerangi akal dan hati. Ia bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah deskripsi agung tentang penciptaan alam semesta, sebuah bukti konkret atas kekuasaan, kebijaksanaan, dan pengaturan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sempurna. Ayat ini secara gamblang menggambarkan bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang hakiki, mengatur peredaran siang dan malam, serta menundukkan matahari dan bulan, semuanya bergerak dalam batasan dan waktu yang telah ditetapkan.

Dalam konteks Surah Az-Zumar, ayat ini berfungsi sebagai landasan argumen tauhid. Setelah menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, ayat ini kemudian menyajikan bukti-bukti nyata dari alam semesta sebagai saksi atas keesaan dan kekuasaan-Nya. Mengapa Allah perlu menampilkan bukti-bukti ini? Karena melalui perenungan atas ciptaan-Nya, manusia akan sampai pada kesimpulan yang tak terbantahkan bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya dalam penciptaan, pengaturan, apalagi dalam peribadatan.

Artikel ini akan mengupas tuntas Surah Az-Zumar ayat 5, menggali makna-makna tersembunyi di balik setiap frasanya, menafsirkan dari berbagai perspektif ulama, menghubungkannya dengan ayat-ayat lain dalam Al-Quran, serta menarik pelajaran berharga yang relevan untuk kehidupan kita saat ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman kita tentang ayat ini, menguatkan iman, dan mendorong kita untuk menjadi hamba yang lebih bersyukur dan taat kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Mari kita selami lautan makna dari ayat yang agung ini, semoga Allah membukakan pintu hati dan pikiran kita untuk memahami hikmah-Nya.

Teks dan Terjemahan Surah Az-Zumar Ayat 5

Untuk memahami kedalaman makna sebuah ayat, langkah pertama adalah memahami teks aslinya dalam bahasa Arab, diikuti dengan transliterasi dan terjemahan yang akurat. Berikut adalah Surah Az-Zumar ayat 5:

خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِالْحَقِّۗ يُكَوِّرُ الَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى الَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَۗ كُلٌّ يَّجْرِيْ لِاَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اَلَا هُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ

Khalaqas-samāwāti wal-arḍa bil-ḥaqq(i), yukawwirul-laila ‘alan-nahāri wa yukawwirun-nahāra ‘alal-laili wa sakhkharasy-syamsa wal-qamar(a), kulluy yajrī li'ajalim musammā(n), alā huwal-‘azīzul-gaffār(u).

Terjemahan (Kementerian Agama RI):
Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia menggulirkan malam atas siang dan menggulirkan siang atas malam. Dia menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.

Terjemahan Per Kata dan Maknanya:

خَلَقَ (Khalaqa): Dia telah menciptakan

السَّمٰوٰتِ (As-Samawati): langit-langit

وَالْاَرْضَ (Wal-Arḍa): dan bumi

بِالْحَقِّ (Bil-Ḥaqqi): dengan kebenaran / dengan tujuan yang benar

يُكَوِّرُ (Yukawwiru): Dia menggulirkan / melingkarkan

الَّيْلَ (Al-Laila): malam

عَلَى النَّهَارِ ('Alān-Nahāri): atas siang

وَيُكَوِّرُ (Wa Yukawwiru): dan Dia menggulirkan

النَّهَارَ (An-Nahāra): siang

عَلَى الَّيْلِ ('Alāl-Laili): atas malam

وَسَخَّرَ (Wa Sakhkhara): dan Dia menundukkan

الشَّمْسَ (Asy-Syamsa): matahari

وَالْقَمَرَ (Wal-Qamara): dan bulan

كُلٌّ (Kullun): masing-masing / semuanya

يَّجْرِيْ (Yajrī): bergerak / berjalan

لِاَجَلٍ (Li'ajalin): untuk suatu waktu

مُّسَمًّى (Musammā): yang ditentukan

اَلَا (Alā): Ketahuilah / Ingatlah

هُوَ (Huwa): Dia

الْعَزِيْزُ (Al-‘Azīzu): Yang Mahaperkasa

الْغَفَّارُ (Al-Gaffāru): lagi Maha Pengampun

Dari terjemahan perkata ini, kita dapat melihat bahwa setiap kata memiliki bobot makna yang sangat besar, mengarahkan kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang pesan yang disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Frasa "bil-haqqi," "yukawwiru," "sakhkhara," dan "li'ajalim musammā" adalah kunci untuk membuka rahasia keagungan ayat ini.

Tafsir Bagian Pertama: "Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar."

Ayat ini dimulai dengan penegasan fundamental tentang penciptaan: "خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِالْحَقِّۗ" (Dia menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran/tujuan yang benar). Frasa ini adalah fondasi bagi semua argumen tauhid yang akan disebutkan selanjutnya. Mari kita bedah makna "bil-haqqi" (dengan kebenaran) secara lebih mendalam.

Makna "Bil-Haqqi" (Dengan Kebenaran/Tujuan yang Benar)

Kata الحَقّ (al-haqq) dalam bahasa Arab memiliki makna yang sangat kaya, antara lain kebenaran, keadilan, kenyataan, tujuan yang luhur, dan hikmah. Ketika Allah berfirman bahwa Dia menciptakan langit dan bumi "bil-haqqi," ini mengindikasikan beberapa hal penting:

  1. Bukan Main-main atau Tanpa Tujuan: Penciptaan alam semesta bukanlah suatu kebetulan, permainan, atau kesia-siaan (lafz). Allah adalah Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana), dan setiap tindakan-Nya, termasuk penciptaan, pasti memiliki hikmah dan tujuan yang agung.
  2. Sesuai dengan Kebenaran dan Keadilan: Seluruh sistem langit dan bumi diciptakan berdasarkan kebenaran mutlak dan keadilan ilahi. Tidak ada ketidakseimbangan, ketidaksempurnaan, atau cacat di dalamnya. Setiap bagian memiliki fungsinya masing-masing dan berada pada tempatnya yang tepat.
  3. Untuk Tujuan yang Mulia: Tujuan utama penciptaan ini adalah sebagai bukti keesaan Allah, kebesaran-Nya, dan kekuasaan-Nya. Melalui perenungan alam semesta, manusia diharapkan dapat mengenal Penciptanya dan beribadah hanya kepada-Nya. Penciptaan ini juga sebagai arena ujian bagi manusia, tempat mereka beramal dan mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi di akhirat.
  4. Kenyataan yang Pasti: Langit dan bumi adalah realitas yang tidak dapat disangkal, eksistensi mereka adalah nyata dan bukan ilusi. Ini menunjukkan bahwa Pencipta mereka adalah Zat yang Maha Nyata dan Maha Kuasa.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi "bil-haqqi" artinya "untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran, bukan untuk main-main." Ini adalah sebuah pernyataan yang menggarisbawahi keseriusan dan kesempurnaan penciptaan ilahi.

Langit dan Bumi sebagai Bukti Keesaan Allah (Tauhid)

Penciptaan alam semesta yang begitu luas, kompleks, dan harmonis adalah argumen paling kuat untuk membuktikan keesaan dan kekuasaan Allah. Bayangkan:

Penciptaan yang "bil-haqqi" ini adalah tantangan bagi mereka yang menyekutukan Allah atau mengingkari keberadaan-Nya. Bagaimana mungkin sistem sebesar dan serumit ini bisa muncul tanpa pencipta, atau diciptakan oleh banyak pencipta yang bekerja sendiri-sendiri tanpa koordinasi? Akal sehat menolak gagasan tersebut.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. Al-Baqarah: 164)

Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan keindahan dan keteraturan ciptaan. Dengan merenung, iman kita akan bertambah kuat, dan kita akan semakin yakin akan keesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Penciptaan langit dan bumi dengan kebenaran ini adalah penegasan pertama bahwa hidup kita memiliki tujuan, bukan sebuah kebetulan, dan tujuan itu mengarah pada pengabdian kepada Sang Pencipta.

Tafsir Bagian Kedua: "Dia menggulirkan malam atas siang dan menggulirkan siang atas malam."

Bagian kedua dari ayat ini berbunyi: "يُكَوِّرُ الَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى الَّيْلِ" (Dia menggulirkan malam atas siang dan menggulirkan siang atas malam). Frasa ini menggambarkan salah satu fenomena alam paling fundamental dan vital bagi kehidupan di bumi: pergiliran siang dan malam.

Makna "Yukawwiru" (Menggulirkan/Melingkarkan)

Kata يُكَوِّرُ (yukawwiru) berasal dari akar kata كَوَّرَ (kawwara) yang berarti menggulung, melingkarkan, atau membuat sesuatu menjadi bulat. Contoh penggunaannya adalah menggulung serban di kepala, atau melingkarkan benang.

Pemilihan kata ini oleh Al-Quran sangatlah presisi dan mendalam:

  1. Mengindikasikan Bentuk Bola Bumi: Ketika Al-Quran diturunkan, pemahaman umum masyarakat tentang bumi adalah datar. Namun, kata "yukawwiru" secara implisit menunjukkan bahwa pergiliran siang dan malam terjadi karena "guliran" atau "lingkaran" sesuatu. Fenomena ini hanya bisa terjadi jika bumi berbentuk bola dan berputar pada porosnya, menyebabkan satu sisi menghadap matahari (siang) dan sisi lain menjauhi matahari (malam), secara terus-menerus bergantian. Ini adalah salah satu mukjizat ilmiah Al-Quran yang menunjukkan pengetahuan ilahi yang melampaui zaman.
  2. Pergantian yang Bertahap dan Harmonis: "Menggulirkan" juga menyiratkan proses yang gradual, halus, dan harmonis, bukan perpindahan yang tiba-tiba. Transisi dari siang ke malam dan sebaliknya (senja dan fajar) adalah proses bertahap, tidak ada garis batas yang tajam. Ini mencerminkan keindahan dan kesempurnaan pengaturan Allah.
  3. Simbol Kekuasaan dan Pengaturan: Allah adalah Pengatur tunggal yang memutar poros bumi, menyebabkan pergiliran ini terjadi tanpa henti, tanpa kesalahan, dan tanpa membutuhkan campur tangan siapapun. Ini adalah bukti kekuasaan-Nya yang tak terbatas.

Manfaat Pergiliran Siang dan Malam

Pergiliran siang dan malam adalah anugerah Allah yang sangat besar bagi kehidupan di bumi. Bayangkan jika bumi selalu siang atau selalu malam; kehidupan seperti yang kita kenal tidak akan mungkin ada. Manfaatnya antara lain:

Refleksi Spiritual dan Ilmiah

Dari sudut pandang spiritual, pergiliran siang dan malam adalah "ayat" (tanda) yang jelas bagi orang-orang yang berakal. Ia mengingatkan kita akan:

Secara ilmiah, penggunaan kata "yukawwiru" telah menjadi fokus perhatian para ilmuwan Muslim modern yang melihatnya sebagai isyarat Al-Quran tentang bentuk bulatnya bumi, jauh sebelum ilmu pengetahuan modern memastikannya. Ini menegaskan bahwa Al-Quran adalah kitab dari Dzat Yang Maha Mengetahui, yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang gaib.

Pergiliran siang dan malam yang tak pernah lelah dan tak pernah salah, merupakan bukti nyata bahwa ada Zat Yang Maha Mengatur, Maha Kuasa, dan Maha Bijaksana yang mengendalikan seluruh alam semesta ini. Ini adalah sebuah sistem yang tak tertandingi dalam kesempurnaan dan kemanfaatannya.

Tafsir Bagian Ketiga: "Dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan."

Kelanjutan dari ayat 5 ini berfokus pada dua objek langit yang paling dominan bagi pandangan manusia: matahari dan bulan. Allah berfirman: "وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَۗ كُلٌّ يَّجْرِيْ لِاَجَلٍ مُّسَمًّىۗ" (Dia menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan).

Makna "Sakhkhara" (Menundukkan/Menunduk)

Kata سَخَّرَ (sakhkhara) berarti menundukkan, menguasai, atau menjadikan sesuatu patuh dan bermanfaat untuk kepentingan sesuatu yang lain. Dalam konteks ini, Allah menundukkan matahari dan bulan, artinya Dia menjadikan keduanya bergerak secara teratur dan berfungsi sesuai kehendak-Nya untuk kemaslahatan makhluk di bumi.

Penundukan ini bukan berarti matahari dan bulan memiliki kehendak sendiri untuk menolak atau tidak patuh, melainkan Allah telah menetapkan hukum-hukum alam yang dengannya kedua benda langit itu bergerak secara otomatis dan konsisten. Mereka tidak pernah keluar dari orbitnya, tidak pernah bertabrakan, dan senantiasa menunaikan tugas yang telah ditetapkan untuk mereka.

Penundukan ini juga menunjukkan bahwa matahari dan bulan, meskipun tampak agung dan memiliki pengaruh besar bagi bumi, hanyalah ciptaan yang berada di bawah kekuasaan Allah. Mereka bukanlah tuhan yang harus disembah, melainkan tanda-tanda kebesaran Sang Pencipta yang patut direnungi dan disyukuri.

Fungsi dan Keteraturan Matahari dan Bulan

  1. Matahari: Adalah sumber utama energi, cahaya, dan panas bagi bumi. Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan. Cahayanya memungkinkan fotosintesis pada tumbuhan, panasnya menjaga suhu bumi agar tetap layak huni, dan energinya menggerakkan siklus air, angin, dan cuaca.
  2. Bulan: Meskipun tidak memancarkan cahaya sendiri (ia memantulkan cahaya matahari), bulan memiliki peran krusial. Pergerakannya menyebabkan pasang surut air laut yang penting bagi ekosistem pesisir. Fase-fase bulan menjadi penanda waktu yang alami dan dasar perhitungan kalender Qamariyah (Hijriyah) yang digunakan umat Islam untuk menentukan waktu ibadah seperti puasa Ramadan dan Haji.

Keduanya bergerak dalam sistem yang sangat presisi. Peredaran bumi mengelilingi matahari, dan bulan mengelilingi bumi, menciptakan tahun-tahun dan bulan-bulan yang teratur. Keteraturan ini adalah bukti nyata dari pengaturan ilahi yang sempurna, bukan kebetulan belaka.

"Masing-masing Berjalan Menurut Waktu yang Ditentukan" (Li'ajalim Musammā)

Frasa "كُلٌّ يَّجْرِيْ لِاَجَلٍ مُّسَمًّىۗ" (masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan) mengandung makna yang sangat mendalam dan universal. Ini berlaku tidak hanya untuk matahari dan bulan, tetapi juga untuk seluruh ciptaan, termasuk manusia.

  1. Batas Akhir Alam Semesta: Ayat ini mengindikasikan bahwa sistem tata surya, bahkan alam semesta secara keseluruhan, tidaklah abadi. Ia memiliki "ajal musamma" (waktu yang ditentukan), yaitu batas akhir di mana sistem ini akan berakhir. Ini adalah isyarat tentang Hari Kiamat, ketika matahari akan digulung, bulan akan meredup, dan bintang-bintang akan berjatuhan.
  2. Ketepatan Waktu: Pergerakan benda-benda langit sangatlah akurat. Mereka tidak pernah datang terlambat atau lebih cepat dari jadwal yang telah ditetapkan Allah. Ini menunjukkan ketepatan dan kesempurnaan pengaturan Ilahi.
  3. Pelajaran bagi Manusia: Jika alam semesta yang begitu agung pun memiliki batas waktu, apalagi kehidupan manusia. Setiap individu juga memiliki "ajal musamma"nya sendiri, yaitu waktu kematian yang telah ditetapkan. Ini adalah pengingat keras bagi manusia untuk tidak menyia-nyiakan waktu, untuk beramal saleh, dan mempersiapkan diri menghadapi akhirat.

Dari tafsir Ibnu Katsir, "ajal musamma" berarti batas akhir masa berlakunya atau berfungsinya matahari dan bulan, yaitu ketika terjadi Hari Kiamat. Ini memberikan perspektif bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat fana dan akan berakhir, kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dengan merenungkan bagaimana Allah menundukkan matahari dan bulan, serta bagaimana keduanya bergerak dalam ketetapan waktu, kita diingatkan tentang kekuasaan mutlak Allah dan keniscayaan akhir dari segala sesuatu. Ini memupuk rasa takut dan harap kepada-Nya, serta mendorong kita untuk memanfaatkan setiap detik kehidupan yang diberikan.

Pesan Utama dan Implikasi Tauhid dari Ayat 5

Setelah menggambarkan keagungan penciptaan langit, bumi, pergiliran siang dan malam, serta penundukan matahari dan bulan, Surah Az-Zumar ayat 5 secara fundamental adalah ayat tentang tauhid. Setiap detail penciptaan yang disebutkan berfungsi sebagai bukti tak terbantahkan atas keesaan dan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Penekanan pada Tauhid Rububiyah

Tauhid Rububiyah adalah pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Penguasa, dan Pengatur alam semesta. Ayat 5 ini adalah manifestasi paling jelas dari tauhid rububiyah:

Pengakuan terhadap Tauhid Rububiyah seharusnya menjadi titik tolak bagi manusia untuk mengakui Tauhid Uluhiyah.

Implikasi pada Tauhid Uluhiyah (Keesaan dalam Ibadah)

Tauhid Uluhiyah adalah pengakuan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah dan diibadahi. Mengapa Allah menciptakan semua ini? Agar manusia beriman dan beribadah hanya kepada-Nya.

Jika Allah adalah satu-satunya Pencipta dan Pengatur yang Maha Kuasa, lantas bagaimana mungkin ada yang layak disembah selain Dia? Menyembah selain Allah, baik itu berhala, manusia, hewan, atau benda-benda langit seperti matahari dan bulan yang justru diciptakan dan ditundukkan oleh-Nya, adalah tindakan yang sangat tidak logis dan zalim.

"Apakah patut kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat kepadamu sedikit pun dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepadamu? Maka celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?" (QS. Al-Anbiya: 66-67)

Ayat 5 Surah Az-Zumar secara tidak langsung menantang akal sehat manusia: jika kalian mengagumi keteraturan matahari dan bulan, jika kalian bergantung pada pergiliran siang dan malam, dan jika kalian mengakui kebesaran penciptaan langit dan bumi, maka sadarilah bahwa semua itu adalah hasil karya SATU Tuhan. Hanya Dia-lah yang berhak menerima segala pujian, syukur, dan ibadah.

Mengajak pada Perenungan (Tadabbur)

Pesan tauhid dalam ayat ini tidak disampaikan dalam bentuk perintah langsung untuk beribadah, melainkan dalam bentuk deskripsi fenomena alam yang mengagumkan. Ini adalah metode Al-Quran untuk mengajak manusia melakukan tadabbur (perenungan mendalam).

Dengan merenungi bagaimana malam digulirkan atas siang, bagaimana matahari dan bulan ditundukkan, manusia akan secara otomatis sampai pada kesadaran tentang kekuasaan mutlak Allah. Perenungan ini seharusnya membangkitkan:

Pentingnya tauhid dalam ayat ini adalah fondasi seluruh ajaran Islam. Tanpa pemahaman yang benar tentang keesaan Allah, ibadah tidak akan sempurna dan kehidupan tidak akan memiliki arah yang jelas. Ayat ini menjadi pengingat yang kuat bahwa segala sesuatu di alam semesta ini bersaksi tentang keesaan Allah, dan mengajak kita untuk menyelaraskan akal dan hati kita dengan kesaksian alam tersebut.

Asmaul Husna dalam Ayat: Al-Aziz dan Al-Ghaffar

Ayat 5 Surah Az-Zumar diakhiri dengan dua nama Allah yang agung (Asmaul Husna): "اَلَا هُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ" (Ingatlah, Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Pengampun). Penutup ayat dengan dua nama ini memiliki hikmah dan relevansi yang sangat mendalam setelah demonstrasi kebesaran penciptaan alam semesta.

Al-Aziz (Yang Mahaperkasa)

Kata الْعَزِيْزُ (Al-Aziz) berasal dari akar kata 'azza yang berarti kuat, perkasa, mulia, tak terkalahkan, dan tidak dapat ditandingi. Ketika Allah disebut Al-Aziz, itu berarti:

  1. Kekuasaan Mutlak: Dia memiliki kekuatan dan kekuasaan yang tak terbatas atas segala sesuatu. Penciptaan langit dan bumi, pergiliran siang dan malam, penundukan matahari dan bulan—semua ini adalah bukti nyata dari Kekuatan-Nya yang Mahaperkasa. Tidak ada satupun di alam semesta ini yang dapat menolak kehendak-Nya atau menghalangi rencana-Nya.
  2. Kemuliaan yang Tak Tertandingi: Dia adalah Yang Maha Mulia, yang tidak dapat direndahkan atau dipermalukan. Semua kemuliaan berasal dari-Nya.
  3. Tak Terkalahkan: Tidak ada makhluk yang dapat mengalahkan-Nya atau menentang-Nya. Bahkan benda-benda langit yang raksasa pun tunduk sepenuhnya di bawah pengaturan-Nya.

Penyebutan Al-Aziz setelah deskripsi penciptaan alam semesta adalah sangat tepat. Ini menegaskan bahwa Dzat yang mampu menciptakan dan mengatur alam semesta dengan sedemikian agung dan sempurna pastilah Dzat yang memiliki kekuasaan dan kekuatan mutlak yang tak terbatas. Ini memperkuat pesan tauhid yang telah disampaikan sebelumnya: hanya Dzat yang Al-Aziz inilah yang layak disembah dan ditaati.

Al-Ghaffar (Yang Maha Pengampun)

Kata الْغَفَّارُ (Al-Ghaffar) berasal dari akar kata ghafara yang berarti menutupi, mengampuni, atau memaafkan. Al-Ghaffar adalah bentuk shighat mubalaghah (bentuk hiperbola) yang menunjukkan pengampunan yang sangat luas, banyak, dan berulang-ulang. Ini berarti Allah adalah Dzat yang sangat banyak memberi ampunan, menutupi dosa-dosa hamba-Nya, dan tidak menghukum mereka serta-merta meskipun mereka berbuat maksiat.

Munculnya nama Al-Ghaffar setelah Al-Aziz dan setelah demonstrasi kebesaran Allah dalam penciptaan alam semesta, memiliki makna yang sangat mendalam:

  1. Keseimbangan antara Kekuasaan dan Rahmat: Meskipun Allah Maha Perkasa dan memiliki kekuatan untuk menghukum siapa pun yang berbuat dosa atau syirik, Dia juga Maha Pengampun. Ini menunjukkan bahwa rahmat-Nya mendahului murka-Nya. Dia tidak serta-merta membinasakan hamba-Nya yang durhaka, melainkan memberikan kesempatan untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya.
  2. Harapan bagi Pendosa: Ayat ini menjadi penyeimbang antara rasa kagum terhadap kekuasaan Allah (yang bisa menimbulkan rasa takut) dan rasa harap terhadap rahmat-Nya. Manusia, dengan segala kelemahannya, seringkali melakukan kesalahan dan dosa. Namun, Allah yang Maha Kuasa itu juga Maha Pengampun, membuka pintu taubat bagi hamba-Nya yang sungguh-sungguh ingin kembali.
  3. Pendorong untuk Bertaubat: Setelah menyaksikan bukti-bukti kekuasaan Allah yang tak terbantahkan, seharusnya manusia sadar akan kesalahannya jika menyekutukan-Nya atau durhaka kepada-Nya. Dengan adanya sifat Al-Ghaffar, Allah seolah-olah mengundang hamba-Nya untuk kembali, bertaubat, dan memohon ampunan-Nya. Meskipun Dia Maha Perkasa untuk menghukum, Dia memilih untuk mengampuni.

Sebagaimana Imam Al-Qurtubi menafsirkan, sifat Al-Ghaffar disebutkan setelah Al-Aziz untuk menyeimbangkan kekaguman terhadap kekuasaan Allah dengan harapan akan ampunan-Nya, dan untuk menunjukkan bahwa Allah adalah Dzat yang berhak ditakuti sekaligus dicintai. Dzat yang begitu agung dalam penciptaan-Nya, namun begitu lembut dan luas pengampunan-Nya bagi hamba-Nya yang mau kembali.

Kombinasi Al-Aziz dan Al-Ghaffar ini adalah pengingat bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Sempurna. Kekuasaan-Nya tidak membuat-Nya lalai dari mengasihi hamba-Nya, dan rahmat-Nya tidak mengurangi sedikit pun keperkasaan-Nya. Ini adalah pelajaran yang sangat penting bagi setiap mukmin untuk senantiasa merasa takut sekaligus berharap kepada Allah, menumbuhkan tawakkal yang kokoh, serta selalu berusaha membersihkan diri dari dosa melalui taubat dan istighfar.

Hubungan Ayat 5 dengan Ayat-Ayat Lain dalam Al-Quran

Kesesuaian dan kesinambungan makna adalah salah satu ciri khas keajaiban Al-Quran. Ayat 5 dari Surah Az-Zumar ini tidak berdiri sendiri, melainkan terhubung erat dengan banyak ayat lain yang tersebar di berbagai surah, memperkuat pesan yang sama tentang keesaan Allah, keagungan ciptaan-Nya, dan keniscayaan hari akhir.

Tentang Penciptaan Langit dan Bumi "Bil-Haqqi"

Konsep bahwa Allah menciptakan alam semesta dengan kebenaran dan tujuan yang luhur diulang berkali-kali dalam Al-Quran:

Pengulangan ini menekankan pentingnya manusia memahami bahwa alam semesta ini memiliki Pencipta yang Maha Bijaksana, dan bahwa keberadaan kita di dalamnya bukanlah sebuah kebetulan tanpa makna.

Tentang Pergiliran Siang dan Malam (Yukawwiru)

Fenomena pergiliran siang dan malam adalah "ayat" (tanda) yang sering disebut dalam Al-Quran untuk menunjukkan kekuasaan Allah:

Penggunaan kata "yukawwiru" dalam Surah Az-Zumar ayat 5 ini secara khusus memberikan nuansa yang lebih mendalam, menyinggung bentuk bulat bumi dan proses gradual pergantian waktu, yang mungkin tidak sejelas di ayat-ayat lain.

Tentang Penundukan Matahari dan Bulan (Sakhkhara)

Allah menundukkan matahari dan bulan juga merupakan tema yang berulang:

Keterkaitan ayat 5 Surah Az-Zumar dengan ayat-ayat lain ini menunjukkan konsistensi pesan Al-Quran. Allah berulang kali mengingatkan manusia tentang tanda-tanda kekuasaan-Nya di alam semesta agar manusia merenung, mengambil pelajaran, dan menguatkan imannya. Ini adalah strategi edukasi ilahi yang bertujuan untuk membangun keyakinan yang kokoh berdasarkan bukti-bukti yang nyata.

Refleksi Kontemporer dan Pelajaran Hidup dari Ayat 5

Surah Az-Zumar ayat 5, meskipun diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu, tetap relevan dan memberikan banyak pelajaran berharga bagi manusia di era modern ini. Ayat ini mengajak kita untuk mengintegrasikan pemahaman ilmiah dengan perspektif spiritual.

1. Pentingnya Sains dan Observasi Alam dalam Islam

Al-Quran, dengan ayat-ayat kauniyahnya (ayat-ayat alam semesta), secara konsisten mendorong manusia untuk mengamati, merenungkan, dan meneliti alam semesta. Kata "yukawwiru" yang mengisyaratkan bentuk bulat bumi dan peredaran benda-benda langit, adalah bukti bahwa Al-Quran selaras dengan temuan ilmiah, bahkan mendahului banyak penemuan modern.

Di era di mana ilmu pengetahuan berkembang pesat, ayat ini mengingatkan kita bahwa tidak ada kontradiksi antara keimanan dan sains yang benar. Justru, penemuan-penemuan ilmiah tentang kompleksitas alam semesta, seperti tata surya kita yang presisi, fisika kuantum, atau keajaiban biologi, seharusnya semakin memperkuat keyakinan kita akan kebesaran Sang Pencipta. Sains adalah alat untuk memahami "bagaimana" Allah menciptakan, sementara Al-Quran menjelaskan "mengapa" dan "siapa" Penciptanya.

2. Meningkatkan Rasa Syukur dan Kekaguman

Dalam kesibukan hidup modern, seringkali kita lupa untuk berhenti sejenak dan mensyukuri nikmat-nikmat dasar seperti pergiliran siang dan malam, cahaya matahari, atau kesejukan malam. Ayat ini mengajak kita untuk tidak menganggap enteng hal-hal tersebut. Setiap detik siang dan malam yang berganti, setiap sinar matahari yang menghangatkan, adalah anugerah yang tak terhingga.

Merasa kagum terhadap ciptaan Allah akan secara otomatis menumbuhkan rasa syukur yang mendalam. Syukur bukan hanya diucapkan, tetapi juga diwujudkan dengan menggunakan nikmat-nikmat tersebut sesuai dengan kehendak pemberi-Nya, yaitu untuk beribadah dan berbuat kebaikan.

3. Menyadari Keterbatasan Manusia dan Kebesaran Pencipta

Manusia modern seringkali terjebak dalam egosentrisme, merasa superior dengan teknologi dan pengetahuannya. Ayat ini mengingatkan kita akan posisi sejati kita. Di hadapan alam semesta yang luas dan kompleks yang diatur oleh Allah, manusia hanyalah makhluk kecil yang memiliki keterbatasan. Kita tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan, apalagi mengatur, matahari, bulan, atau pergiliran siang dan malam.

Kesadaran akan kebesaran Allah ini menumbuhkan kerendahan hati (tawadhu') dan menghilangkan kesombongan. Ini mendorong kita untuk bergantung hanya kepada-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan mengakui bahwa segala kekuatan berasal dari-Nya.

4. Motivasi untuk Beramal Saleh Sebelum "Ajal Musamma" Tiba

Frasa "كُلٌّ يَّجْرِيْ لِاَجَلٍ مُّسَمًّىۗ" (masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan) adalah pengingat universal bahwa segala sesuatu memiliki batas waktu, termasuk kehidupan kita sendiri. Jika matahari dan bulan yang agung pun memiliki batas akhir, apalagi manusia yang fana.

Pelajaran ini sangat relevan. Di tengah godaan dunia yang melenakan, ayat ini berfungsi sebagai alarm. Ia memotivasi kita untuk tidak menunda amal saleh, untuk tidak menyia-nyiakan waktu dengan hal yang tidak bermanfaat, dan untuk senantiasa mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan setelah kematian. Setiap hari yang kita lewati adalah kesempatan yang tidak akan terulang, menuju "ajal musamma" kita.

5. Menjaga Lingkungan sebagai Bagian dari Ciptaan-Nya yang "Benar"

Penciptaan langit dan bumi "bil-haqqi" (dengan tujuan yang benar) juga mengisyaratkan bahwa lingkungan alam ini memiliki nilai dan tujuan yang luhur. Sebagai khalifah di bumi, manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya, bukan merusak atau mengeksploitasinya secara berlebihan.

Ketika kita memahami bahwa alam semesta ini adalah bukti kebesaran Allah yang sempurna, maka kita akan lebih termotivasi untuk melestarikannya sebagai bentuk ibadah dan syukur kepada Sang Pencipta. Ini adalah panggilan untuk kesadaran ekologis yang bersumber dari iman.

6. Kesabaran dan Ketekunan

Pergerakan benda-benda langit, pergiliran siang dan malam, semuanya terjadi dengan kesabaran, ketekunan, dan konsistensi yang luar biasa. Mereka tidak pernah terburu-buru, tidak pernah berhenti, dan tidak pernah menyimpang. Ini adalah pelajaran bagi manusia untuk meneladani kesabaran dan ketekunan dalam menjalani kehidupan, menghadapi cobaan, dan dalam beribadah.

Dengan merenungkan Surah Az-Zumar ayat 5 ini, kita diajak untuk melihat kehidupan dan alam semesta dengan mata hati yang lebih dalam. Ia bukan hanya mengajarkan tentang tauhid, tetapi juga memberikan pedoman praktis untuk hidup yang lebih bermakna, bersyukur, dan bertanggung jawab di dunia ini.

Kesimpulan: Ajakan Merenung dan Mengambil Pelajaran

Surah Az-Zumar ayat 5 adalah permata hikmah yang memancarkan cahaya kebenaran tentang keesaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dari setiap frasanya, kita dapati bukti-bukti tak terbantahkan yang seharusnya mengukuhkan iman setiap insan yang berakal.

Kita telah menelusuri bagaimana ayat ini dimulai dengan penegasan fundamental bahwa Allah menciptakan langit dan bumi "dengan tujuan yang benar" (bil-haqqi), bukan dengan sia-sia atau main-main. Ini adalah landasan utama untuk memahami bahwa keberadaan kita dan seluruh alam semesta memiliki makna dan tujuan yang agung, yaitu untuk mengenal dan beribadah kepada Sang Pencipta.

Kemudian, kita melihat keajaiban "menggulirkan malam atas siang dan siang atas malam" (yukawwiru). Kata ini tidak hanya menggambarkan pergiliran waktu, tetapi juga secara halus mengisyaratkan bentuk bulat bumi, sebuah kebenaran ilmiah yang baru terbukti berabad-abad setelah Al-Quran diturunkan. Ini adalah anugerah tak terhingga yang memungkinkan adanya kehidupan dan ritme biologis yang teratur bagi seluruh makhluk.

Selanjutnya, kita merenungi bagaimana Allah "menundukkan matahari dan bulan" (sakhkhara), menjadikan keduanya bergerak dalam sistem yang presisi dan melayani kemaslahatan manusia. Penundukan ini menegaskan bahwa mereka hanyalah ciptaan yang patuh, bukan tuhan yang patut disembah. Dan yang lebih penting, keduanya "berjalan menurut waktu yang ditentukan (ajal musamma)", sebuah pengingat universal bahwa segala sesuatu memiliki batas akhir, termasuk kehidupan alam semesta dan kehidupan kita sendiri.

Puncak dari ayat ini adalah penegasan dua Asmaul Husna yang mulia: Al-Aziz (Yang Mahaperkasa) dan Al-Ghaffar (Yang Maha Pengampun). Kekuasaan Allah yang tak terbatas dalam menciptakan dan mengatur alam semesta disandingkan dengan pengampunan-Nya yang luas. Ini adalah keseimbangan sempurna antara keperkasaan yang tak tertandingi dan rahmat yang tak terhingga, memberikan harapan bagi setiap hamba yang berdosa untuk bertaubat dan kembali ke jalan-Nya.

Pelajaran yang paling mendasar dari Surah Az-Zumar ayat 5 adalah ajakan untuk senantiasa melakukan tadabbur, yaitu perenungan mendalam. Al-Quran tidak hanya memberikan perintah, tetapi juga menyajikan bukti-bukti yang terhampar luas di alam semesta. Setiap kali kita memandang langit, merasakan pergantian siang dan malam, atau menyaksikan terbit dan terbenamnya matahari, kita seharusnya teringat akan kebesaran Allah yang tiada tara.

Marilah kita manfaatkan setiap detik waktu yang Allah berikan, yang juga memiliki "ajal musamma"-nya, untuk beramal saleh, meningkatkan ketaqwaan, dan menyebarkan kebaikan di muka bumi. Semoga dengan merenungi ayat ini, iman kita semakin kokoh, rasa syukur kita semakin mendalam, dan kita menjadi hamba-hamba yang senantiasa berada dalam ridha-Nya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa membimbing kita semua.

🏠 Homepage