Menjelajahi kekayaan kuliner Indonesia tak akan lengkap tanpa mengenal lebih dekat berbagai jenis jajanan tradisional yang menyimpan cerita dan cita rasa otentik. Salah satunya adalah Baal Putu, sebuah hidangan yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun menyimpan pesona tersendiri yang patut untuk diulas.
Baal Putu, atau yang sering juga disebut sebagai Putu Mayang, adalah sejenis kue basah tradisional yang terbuat dari tepung beras atau tepung tapioka. Ciri khas utamanya terletak pada bentuknya yang menyerupai mie keriting berwarna-warni, yang kemudian disajikan dengan kuah santan manis dan taburan kelapa parut. Nama "Putu Mayang" sendiri diduga berasal dari kata "Putu" yang berarti kue kukus dan "Mayang" yang merujuk pada bentuknya yang mirip bunga mayang atau urat.
Meskipun memiliki kesamaan bahan dasar dengan putu bambu (yang menggunakan tepung beras dan gula merah di dalam tabung bambu), Baal Putu memiliki perbedaan signifikan dalam proses pembuatan dan penyajiannya. Keunikan inilah yang membuatnya tampil beda dan menawarkan pengalaman kuliner yang unik.
Pembuatan Baal Putu memang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Adonan dasar yang terbuat dari tepung beras atau tapioka ini biasanya dicampur dengan air dan sedikit garam, lalu diberi pewarna alami dari tumbuhan seperti daun pandan (hijau), kunyit (kuning), atau buah naga (merah muda/ungu). Pewarna ini tidak hanya mempercantik tampilan, tetapi juga memberikan sedikit aroma khas.
Setelah adonan siap, proses selanjutnya adalah mencetaknya. Secara tradisional, adonan dimasukkan ke dalam alat khusus yang memiliki lubang-lubang kecil, lalu ditekan sehingga membentuk untaian seperti mie. Proses ini sering disebut sebagai "mayang" atau "mencetak mayang". Hasil cetakan ini kemudian dikukus hingga matang sempurna. Hasil pengukusan inilah yang disebut sebagai Putu Mayang atau Baal Putu.
Baal Putu biasanya disajikan hangat. Kuncinya terletak pada kuah santan yang kaya rasa. Santan segar dimasak dengan gula pasir atau gula merah, sedikit garam, dan daun pandan untuk aroma yang harum. Kekentalan dan kemanisan kuah ini sangat memengaruhi kenikmatan Baal Putu. Beberapa variasi juga menambahkan sedikit jahe pada kuah untuk sensasi hangat yang lebih terasa.
Saat disajikan, Putu Mayang yang sudah dikukus akan ditata di atas piring, kemudian disiram dengan kuah santan manis yang melimpah. Terakhir, ditaburi dengan kelapa parut yang sudah dikukus agar tidak mudah basi dan memberikan tekstur gurih yang kontras dengan kelembutan Putu Mayang dan kuah manisnya.
Setiap gigitan Baal Putu menawarkan perpaduan tekstur yang menarik: kenyal dari Putu Mayang, lembut dari kuah santan, dan sedikit renyah dari kelapa parut. Rasa manis dari gula berpadu harmonis dengan gurihnya santan dan kelapa, menciptakan simfoni rasa yang menenangkan di lidah.
Meskipun secara umum dikenal dengan nama Putu Mayang, di beberapa daerah mungkin ada sebutan lain atau sedikit modifikasi dalam penyajiannya. Misalnya, ada yang menyajikan dengan kuah gula merah kental yang lebih pekat, atau menambahkan sedikit taburan wijen sangrai untuk aroma tambahan. Namun, esensi kelembutan, warna-warni, dan paduan santan manis tetap menjadi ciri khasnya.
Baal Putu adalah contoh sempurna dari jajanan pasar yang tak lekang oleh waktu. Ia menawarkan kenangan masa kecil bagi banyak orang, sekaligus menjadi pilihan camilan sehat dan memuaskan bagi generasi sekarang. Keberadaannya di pasar-pasar tradisional, warung makan, atau bahkan beberapa kafe yang mengusung konsep tradisional, menunjukkan bahwa kuliner ini masih memiliki tempat di hati masyarakat.
Dalam era kuliner modern yang serba cepat, menghargai dan menikmati Baal Putu adalah cara kita terhubung kembali dengan akar budaya dan tradisi. Kelezatan sederhana ini membuktikan bahwa terkadang, cita rasa terbaik hadir dari kesederhanaan dan kehangatan rumahan.