Representasi visual dari ajaran dan sejarah dalam Kitab Taurat.
Kitab Taurat merupakan salah satu kitab suci utama dalam agama samawi, khususnya Yahudi, dan diakui oleh Islam sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa AS. Memahami asal-usul penurunan atau "asbabun nuzul" dari setiap bagian Taurat adalah kunci untuk menggali makna dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Berbeda dengan Al-Qur'an yang diturunkan secara berangsur-angsur sebagai respons terhadap peristiwa tertentu, sejarah penurunan Kitab Taurat memiliki nuansa tersendiri.
Kitab Taurat secara garis besar diwahyukan kepada Nabi Musa AS di Gunung Sinai. Peristiwa ini menjadi puncak dari serangkaian pengalaman spiritual dan kenabian Musa setelah memimpin Bani Israil keluar dari perbudakan di Mesir. Penurunannya bukan dalam arti ayat per ayat yang merespons kejadian spesifik seperti pada Al-Qur'an, melainkan lebih kepada penerimaan wahyu ilahi secara keseluruhan yang berisi hukum, ajaran, dan panduan hidup bagi umat pilihan Allah saat itu.
Beberapa tradisi menyebutkan bahwa Taurat diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah sepuluh perintah Allah (Dekalog) yang ditulis di atas loh batu. Namun, karena ulah Bani Israil yang menyembah berhala anak sapi, loh batu tersebut pecah. Kemudian, Nabi Musa AS menerima wahyu kembali, kali ini dalam bentuk kitab yang kemudian dikenal sebagai Taurat. Kisah ini merupakan salah satu momen penting yang membentuk pemahaman tentang hubungan antara Allah dan Bani Israil, serta pentingnya ketaatan terhadap perintah-Nya.
Meskipun istilah "asbabun nuzul" lebih identik dengan Al-Qur'an, konsep serupa dapat diterapkan pada Taurat dalam konteks pemahaman sejarah dan sebab-akibat di balik hukum dan kisah-kisahnya. Misalnya:
Perbedaan mendasar dalam "asbabun nuzul" antara Taurat dan Al-Qur'an terletak pada metodologi penurunan. Al-Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun, di mana setiap ayat atau surah memiliki sebab turunnya sendiri yang berkaitan langsung dengan peristiwa, pertanyaan, atau kebutuhan umat Islam pada masa itu. Hal ini membuat studi asbabun nuzul Al-Qur'an menjadi disiplin ilmu tersendiri yang sangat kaya.
Sementara itu, Taurat lebih cenderung merupakan penerimaan wahyu yang lebih komprehensif di satu waktu, meskipun kemudian diinterpretasikan dan diuraikan lebih lanjut oleh para nabi dan umatnya. Namun, tetap saja, konteks historis dan teologis di balik penetapan hukum serta penyampaian kisah-kisah dalam Taurat memberikan semacam "asbabun nuzul" dalam makna yang lebih luas: yaitu, mengapa hukum itu diberlakukan dan mengapa kisah itu diceritakan.
Memahami "asbabun nuzul" Taurat, meskipun dalam konteks yang berbeda dari Al-Qur'an, membantu kita untuk:
Oleh karena itu, studi mengenai "asbabun nuzul" Kitab Taurat, meskipun tidak secara harfiah seperti pada Al-Qur'an, tetap merupakan upaya mulia untuk menggali lebih dalam makna wahyu Ilahi dan mengambil pelajaran berharga dari sejarah para nabi dan umat terdahulu. Ini adalah bagian dari upaya kita untuk memahami kekayaan ajaran Samawi dan relevansinya bagi kehidupan manusia.