Ilustrasi Artemia yang sedang menetas
Artemia, atau yang sering dikenal sebagai udang renik, merupakan sumber pakan hidup yang sangat populer dan bernutrisi bagi berbagai jenis ikan hias, larva ikan, serta invertebrata air. Kemampuannya untuk menetas dalam waktu relatif singkat menjadikannya pilihan ideal bagi para penghobi maupun peternak ikan yang membutuhkan suplai pakan segar dan bergizi. Namun, proses artemia menetas tidak selalu berjalan mulus. Dibutuhkan pemahaman yang baik mengenai faktor-faktor yang memengaruhinya agar mendapatkan hasil maksimal.
Sebelum membahas lebih jauh tentang proses penetasan, penting untuk mengetahui mengapa artemia begitu digemari. Kandungan protein, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral dalam artemia sangat tinggi, menjadikannya pakan yang sangat bergizi. Selain itu, ukurannya yang kecil setelah menetas sangat sesuai untuk mulut ikan kecil atau larva ikan yang baru menetas. Pemberian artemia sebagai pakan hidup juga dapat merangsang naluri berburu ikan, yang bermanfaat untuk kesehatan dan perkembangan mereka.
Ada beberapa elemen krusial yang harus diperhatikan agar telur artemia dapat menetas dengan optimal. Kegagalan penetasan seringkali disebabkan oleh ketidakseimbangan pada faktor-faktor ini:
Tidak semua telur artemia memiliki kualitas yang sama. Pilihlah telur dari produsen terpercaya yang memiliki tingkat penetasan (hatch rate) tinggi. Telur yang disimpan dengan baik dan belum melewati tanggal kedaluwarsa akan memberikan hasil yang lebih baik. Hindari telur yang terlihat kusam, menggumpal, atau berbau tidak sedap.
Salinitas atau kadar garam dalam air adalah salah satu faktor terpenting. Telur artemia membutuhkan lingkungan air payau hingga asin untuk dapat menetas. Kadar garam yang ideal umumnya berkisar antara 1.020 hingga 1.025 specific gravity, atau setara dengan 25-35 ppt (part per thousand). Anda bisa menggunakan garam laut atau garam khusus akuarium untuk mencapai kadar ini. Pengukuran menggunakan refraktometer atau hidrometer sangat disarankan.
Suhu air yang tepat sangat memengaruhi kecepatan dan tingkat penetasan. Suhu ideal untuk penetasan artemia biasanya antara 25 hingga 30 derajat Celcius. Suhu yang terlalu dingin akan memperlambat proses penetasan, bahkan bisa menghentikannya sama sekali. Sebaliknya, suhu yang terlalu panas juga tidak baik dan dapat membunuh embrio di dalam telur.
Embrio artemia yang berkembang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup dan menetas. Pastikan ada sirkulasi air yang baik dalam wadah penetasan. Penggunaan aerator (pompa udara) dengan batu aerator yang menghasilkan gelembung halus sangat disarankan. Gelembung udara ini tidak hanya menyediakan oksigen tetapi juga membantu menjaga telur tetap tersuspensi di dalam air, mencegahnya mengendap di dasar.
Tingkat keasaman atau kebasaan air (pH) juga berperan. pH yang optimal untuk penetasan artemia adalah antara 7.5 hingga 8.5. Jika pH terlalu rendah (asam), Anda bisa menaikkannya dengan menambahkan sedikit soda kue (natrium bikarbonat). Namun, dalam kebanyakan kasus, dengan penggunaan air yang bersih dan garam yang tepat, pH biasanya sudah dalam kisaran yang baik.
Umumnya, telur artemia membutuhkan waktu 18 hingga 36 jam untuk menetas, tergantung pada suhu dan kualitas telur. Setelah sekitar 24 jam, Anda sudah bisa mulai mengamati tanda-tanda penetasan. Telur yang berhasil menetas akan berubah menjadi nauplii (larva artemia) yang kecil dan berwarna oranye.
Berikut adalah panduan langkah demi langkah untuk melakukan penetasan artemia:
Proses artemia menetas adalah keterampilan penting bagi para pegiat akuatik. Dengan memahami dan mengontrol faktor-faktor seperti salinitas, suhu, oksigenasi, dan kualitas telur, Anda dapat secara konsisten menghasilkan pasokan pakan hidup yang bergizi. Selamat mencoba dan nikmati manfaatnya bagi kesehatan ikan kesayangan Anda!