Pendahuluan: Mengungkap Kebesaran Hari Kiamat
Surat Az-Zumar, yang berarti "Rombongan-Rombongan", adalah salah satu surat Makkiyah dalam Al-Qur'an, diturunkan pada periode awal dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Mekkah. Ciri khas surat-surat Makkiyah adalah penekanannya pada tauhid (keesaan Allah), penetapan kenabian, dan khususnya, penetapan Hari Kiamat serta balasan setelahnya. Surat ini mengarahkan perhatian pada kebesaran Allah sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta, yang kemudian berlanjut pada uraian tentang kehancuran dunia dan kebangkitan kembali seluruh makhluk untuk pertanggungjawaban.
Di antara ayat-ayat yang sangat mendalam dan sarat makna dalam surat ini adalah Ayat 68. Ayat ini melukiskan salah satu peristiwa paling dahsyat dan fundamental dalam keyakinan Islam: tiupan sangkakala yang menyebabkan kematian universal dan kebangkitan kembali seluruh makhluk. Ayat ini bukan hanya sekadar deskripsi, melainkan sebuah peringatan keras, sebuah janji yang pasti, dan sebuah penegasan tentang kekuasaan mutlak Allah SWT yang tak terbatas. Memahami ayat ini secara mendalam akan memperkuat iman seorang Muslim, mendorong refleksi diri, dan memotivasi untuk mempersiapkan bekal terbaik bagi kehidupan abadi di akhirat.
Melalui artikel ini, kita akan menyelami setiap frasa dari Ayat 68, menelusuri tafsir para ulama, memahami konteksnya dalam keseluruhan Surat Az-Zumar, dan menggali pesan-pesan moral serta implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Kita akan mencoba memahami mengapa peristiwa yang digambarkan dalam ayat ini begitu sentral dalam akidah Islam dan bagaimana seharusnya seorang mukmin menyikapinya.
Teks, Terjemah, dan Konteks Surat Az-Zumar Ayat 68
Mari kita mulai dengan menelaah lafaz dan terjemahan dari Surat Az-Zumar Ayat 68:
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُم قِيَامٌ يَنظُرُونَ"Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)."
(Q.S. Az-Zumar: 68, Terjemahan Kementerian Agama RI)
Analisis Konteks dalam Surat Az-Zumar
Surat Az-Zumar secara keseluruhan adalah surat yang kuat dalam menegaskan tauhid. Dimulai dengan penegasan bahwa penurunan Al-Qur'an adalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, surat ini segera mengarahkan pada pentingnya menyembah Allah semata dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Surat ini mengecam penyekutuan Allah dengan berhala atau makhluk lain, mengingatkan manusia akan keesaan Allah dalam penciptaan, pengaturan alam, dan pemberian rezeki.
Ayat-ayat sebelum Az-Zumar 68 telah banyak berbicara tentang tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, tentang perumpamaan-perumpamaan yang Dia berikan untuk mengingatkan manusia, serta tentang konsekuensi bagi orang-orang yang beriman dan ingkar. Misalnya, ayat 53 hingga 67 berbicara tentang seruan tobat, ancaman azab bagi yang berbuat syirik, serta kebinasaan yang akan menimpa orang-orang kafir. Kemudian, pada ayat 67, Allah SWT berfirman tentang kedahsyatan Hari Kiamat bahwa bumi dan seluruh langit akan digulung dalam genggaman-Nya.
Ayat 68 ini datang sebagai klimaks dari serangkaian peringatan tersebut, memberikan gambaran yang jelas dan menakutkan tentang peristiwa transisi dari kehidupan dunia menuju akhirat. Ini adalah penegasan final akan kekuasaan Allah yang absolut, yang mampu menghidupkan dan mematikan, serta membangkitkan kembali. Setelah ayat 68, surat ini kemudian akan melanjutkan dengan deskripsi tentang pengumpulan manusia di Padang Mahsyar, pembukaan catatan amal, serta pemisahan rombongan orang-orang bertakwa ke surga dan rombongan orang-orang kafir ke neraka, menjelaskan mengapa surat ini dinamakan "Az-Zumar" (Rombongan-Rombongan).
Tafsir Mendalam Surat Az-Zumar Ayat 68
Untuk memahami kedalaman ayat ini, kita perlu membedah setiap bagiannya berdasarkan penafsiran para ulama tafsir terkemuka:
1. Tiupan Sangkakala Pertama: Kehancuran Universal
Firman Allah, "وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ" ("Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi").
a. Makna "Sangkakala" (As-Sur)
Dalam bahasa Arab, "as-Sur" (الصُّورِ) merujuk pada alat tiup yang sangat besar, seperti tanduk. Dalam konteks agama, ini adalah alat khusus yang akan ditiup oleh Malaikat Israfil. Al-Qur'an dan hadis menjelaskan bahwa tiupan sangkakala ini akan menjadi penanda dimulainya berbagai peristiwa besar Hari Kiamat. Tiupannya bukanlah tiupan biasa, melainkan tiupan yang memiliki kekuatan dahsyat yang mengguncang seluruh alam semesta.
Para ulama menjelaskan bahwa sangkakala ini adalah sesuatu yang nyata, meskipun hakikatnya hanya Allah yang tahu secara pasti. Ia bukanlah metafora, melainkan sebuah instrumen ilahi yang memiliki fungsi spesifik dalam skenario akhir zaman. Malaikat Israfil, salah satu dari empat malaikat utama (bersama Jibril, Mikail, dan Izra'il), telah ditugaskan khusus untuk tugas ini. Sejak penciptaannya, ia selalu dalam posisi siap meniup sangkakala, menanti perintah dari Allah SWT. Ini menunjukkan keseriusan dan ketegasan janji Allah tentang akhir dunia.
b. "Fasho'iqa man fis-samawati wa man fil-ardh" (Maka Matilah Siapa yang di Langit dan di Bumi)
Tiupan pertama ini disebut sebagai "nafkhah ash-sha'iq" (tiupan kehancuran atau pemusnahan). Dampaknya sangat universal dan menyeluruh: segala sesuatu yang memiliki kehidupan dan kesadaran di langit dan di bumi akan mati, hancur, dan binasa. Ini mencakup manusia, jin, hewan, dan mayoritas malaikat. Kehidupan yang kita kenal akan berhenti. Gunung-gunung akan hancur, langit akan terbelah, bintang-bintang akan berjatuhan, dan tata surya akan tercerai-berai. Ini adalah akhir dari alam semesta dalam bentuknya yang sekarang.
Para mufassir menjelaskan bahwa kematian di sini adalah kematian hakiki bagi makhluk hidup, dan kehancuran total bagi benda mati. Ini adalah momen di mana tidak ada lagi yang tersisa kecuali Dzat Allah SWT yang Maha Hidup dan Maha Kekal. Ini menegaskan konsep fana' (kerusakan) dunia ini dan segala isinya, yang berlawanan dengan baqa' (kekekalan) Allah.
c. "Illa man sya'allah" (Kecuali Siapa yang Dikehendaki Allah)
Bagian ini menimbulkan banyak diskusi di kalangan ulama tafsir. Siapakah makhluk yang dikecualikan dari kematian universal ini? Ada beberapa pandangan:
-
Malaikat-Malaikat Tertentu: Sebagian ulama, seperti Imam Al-Qurtubi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani, berdasarkan beberapa riwayat dan tafsiran, berpendapat bahwa yang dikecualikan adalah beberapa malaikat agung, seperti Jibril, Mikail, Israfil (yang meniup sangkakala itu sendiri), dan malaikat Hamalatul Arsy (malaikat pemikul Arsy Allah). Mereka akan tetap hidup untuk sementara waktu setelah tiupan pertama, kemudian mereka pun akan mati atas perintah Allah, kecuali Allah menghendaki lain untuk sebagian kecil dari mereka.
Pendapat ini didukung oleh hadis-hadis yang menyebutkan bahwa Allah akan bertanya kepada Malaikat Maut setelah semua mati: "Siapa lagi yang tersisa?" Lalu disebutkan Jibril, Mikail, Israfil, dan Hamalatul Arsy. Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Maut untuk mencabut nyawa mereka, dan pada akhirnya Malaikat Maut pun mati, meninggalkan hanya Allah Yang Maha Esa.
- Hurun 'in dan Sebagian Penduduk Surga: Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa Hurun 'in (bidadari surga) dan sebagian anak-anak kecil yang mati sebelum baligh di surga mungkin dikecualikan karena mereka sudah berada di alam keabadian. Namun, pandangan ini tidak sekuat pandangan tentang malaikat agung.
- Para Syuhada: Sebagian kecil ulama berpendapat bahwa para syuhada (orang-orang yang mati syahid) dikecualikan karena Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa mereka hidup di sisi Tuhan mereka dan diberi rezeki (Q.S. Ali Imran: 169). Namun, mayoritas ulama menafsirkan "hidup" di sini adalah hidup dalam alam barzakh dengan kenikmatan khusus, bukan hidup dalam pengertian duniawi atau tidak mengalami kematian kiamat. Mereka tetap akan mengalami "mati" dalam arti tiupan sangkakala pertama, kemudian dibangkitkan.
- Pengetahuan Mutlak Allah: Pendapat yang paling aman dan sering dipegang oleh ulama adalah bahwa "kecuali siapa yang dikehendaki Allah" adalah makhluk-makhluk yang Allah sendiri yang tahu siapa mereka dan mengapa Dia mengecualikan mereka. Ini adalah urusan gaib yang hakikatnya hanya diketahui oleh Allah SWT. Ini menunjukkan bahwa meskipun kehancuran itu universal, kekuasaan Allah tetap di atas segalanya, dan Dia bisa mengecualikan siapa saja yang Dia kehendaki.
Intinya, bagian ini menekankan bahwa meskipun seluruh makhluk akan binasa, Allah tetaplah Penguasa absolut yang memiliki kehendak mutlak. Tidak ada seorang pun atau apa pun yang dapat menentang kehendak-Nya.
2. Jeda Waktu (Masa Barzakh Universal)
Setelah tiupan sangkakala pertama, akan ada jeda waktu yang lamanya hanya diketahui oleh Allah. Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa jeda antara dua tiupan sangkakala adalah empat puluh (namun tidak dijelaskan apakah itu hari, bulan, atau tahun, dan Allah lebih tahu). Selama periode ini, alam semesta berada dalam keadaan mati total dan sunyi senyap, tanpa ada satu pun makhluk yang bernyawa, kecuali Allah SWT yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri.
Masa ini sering dihubungkan dengan keadaan "Barzakh" (batas antara dunia dan akhirat). Namun, dalam konteks universal ini, Barzakh adalah keadaan setelah kematian dan sebelum kebangkitan kembali. Selama masa jeda ini, tidak ada lagi kehidupan yang berjalan di alam semesta yang telah hancur. Ini adalah puncak dari kehancuran dan keheningan, menunjukkan kehampaan mutlak tanpa Dzat Allah.
3. Tiupan Sangkakala Kedua: Kebangkitan Universal
Firman Allah, "ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُم قِيَامٌ يَنظُرُونَ" ("Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)").
a. "Tsumma nufikha fihi ukhra" (Kemudian Ditiup Sangkakala Itu Sekali Lagi)
Ini adalah tiupan sangkakala kedua, yang disebut "nafkhah al-ba'ath" (tiupan kebangkitan). Setelah alam semesta hancur dan sunyi senyap untuk periode waktu yang telah ditentukan Allah, Malaikat Israfil akan meniup sangkakala untuk kedua kalinya. Tiupan ini memiliki tujuan yang berlawanan dengan tiupan pertama: bukan untuk mematikan, melainkan untuk menghidupkan kembali.
Sebelum tiupan kedua ini, Allah akan menurunkan hujan lebat yang disebut "Maa'ul Hayah" (air kehidupan) selama empat puluh hari. Hujan ini akan membasahi bumi, dan dari setiap tulang ekor manusia ('ajb adz-dhanab), yang merupakan bagian terkecil dan tidak hancur dari tubuh manusia, tubuh mereka akan tumbuh kembali, seperti tumbuhan yang tumbuh dari biji setelah disiram air. Proses ini merupakan mukjizat Ilahi yang tidak dapat dicerna oleh akal manusia sepenuhnya, namun wajib diimani.
b. "Fa iza hum qiyamun yanzhurun" (Maka Tiba-tiba Mereka Berdiri Menunggu)
Begitu tiupan kedua terjadi, seluruh makhluk, dari manusia pertama hingga manusia terakhir, yang telah mati dan hancur, akan hidup kembali dan bangkit dari kubur mereka. Mereka akan "berdiri" tegak, menghadap ke satu arah, dan "menunggu" dengan penuh kecemasan dan ketidakpastian. Mereka tidak memiliki kendali atas diri mereka sendiri, tidak ada tempat untuk lari, dan tidak ada pilihan selain mengikuti aliran peristiwa yang telah ditetapkan Allah.
Kondisi "berdiri menunggu" ini merujuk pada "Mauqif" (tempat berdiri) atau Padang Mahsyar, sebuah dataran yang sangat luas yang akan dihimpun di sana seluruh umat manusia dan jin. Mereka akan berdiri tanpa alas kaki, telanjang, dan belum dikhitan, dalam kondisi yang sangat gentar dan cemas. Masing-masing memikirkan nasibnya sendiri, menanti keputusan Allah. Matahari akan didekatkan sejauh satu mil, keringat akan membanjiri tubuh, dan kesusahan akan memuncak.
Ayat ini menegaskan kepastian hari kebangkitan dan pengadilan. Tidak ada yang akan terlewatkan. Setiap jiwa akan dibangkitkan dan dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya di dunia. Ini adalah janji Allah yang pasti, sebuah realitas yang tak terhindarkan bagi setiap makhluk.
Pesan dan Pelajaran dari Surat Az-Zumar Ayat 68
Ayat 68 dari Surat Az-Zumar bukan sekadar deskripsi peristiwa masa depan; ia mengandung pelajaran dan pesan yang sangat mendalam bagi kehidupan seorang Muslim. Berikut adalah beberapa poin penting:
1. Kekuasaan dan Keagungan Allah yang Mutlak
Pelajaran paling fundamental dari ayat ini adalah penegasan tentang kekuasaan Allah yang tiada batas (Qudrah Ilahiyah). Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa untuk mengadakan kehancuran total atas seluruh alam semesta dalam sekejap mata, dan juga Maha Kuasa untuk menghidupkan kembali segala sesuatu dari kehancuran tersebut. Kemampuan untuk menguasai hidup dan mati, untuk menciptakan dari ketiadaan dan membangkitkan dari kehancuran, adalah bukti keagungan dan keunikan Allah sebagai Tuhan Semesta Alam.
Manusia sering kali terpukau oleh kekuasaan materi atau kekuatan alam. Namun, ayat ini mengingatkan kita bahwa ada kekuatan yang jauh lebih besar, yaitu kekuatan Ilahi, yang di hadapan-Nya segala sesuatu menjadi tunduk dan lemah. Kekuasaan-Nya mencakup seluruh dimensi eksistensi, baik yang tampak maupun yang gaib. Ini memperkuat konsep tauhid rububiyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya Pencipta, Penguasa, dan Pengatur.
2. Kepastian Hari Kiamat dan Kehidupan Akhirat
Ayat ini menghilangkan segala keraguan mengenai kepastian Hari Kiamat dan kehidupan setelah mati. Peristiwa tiupan sangkakala, kematian universal, dan kebangkitan adalah bagian integral dari keyakinan Islam. Ini bukan mitos atau dongeng, melainkan janji Allah yang pasti akan terjadi. Dunia ini hanyalah sementara, dan kehidupan sejati adalah di akhirat.
Kesadaran akan kepastian akhirat ini seharusnya menjadi motor penggerak bagi setiap Muslim untuk tidak terlalu terpaku pada gemerlap dunia yang fana. Harta, pangkat, dan kesenangan duniawi hanyalah ujian dan bekal sementara. Fokus utama seharusnya adalah mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi yang dimulai setelah kebangkitan.
3. Akuntabilitas dan Pertanggungjawaban Individu
"Maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)." Frasa ini menyoroti konsep akuntabilitas individu di hadapan Allah. Setiap jiwa akan dibangkitkan sendirian, tanpa keluarga, harta, atau pengikut, untuk mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya di dunia. Tidak ada yang bisa membantu atau membela selain rahmat Allah dan amal saleh yang telah dikumpulkan.
Kesadaran akan hari pertanggungjawaban ini seharusnya memunculkan rasa mawas diri dan introspeksi. Setiap tindakan, baik kecil maupun besar, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, akan dihitung. Ini mendorong seorang Muslim untuk senantiasa berhati-hati dalam perkataan dan perbuatan, menjauhi dosa, dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
4. Motivasi untuk Beramal Saleh dan Taqwa
Karena adanya kepastian kebangkitan dan pertanggungjawaban, ayat ini secara implisit memberikan motivasi kuat untuk beramal saleh dan meningkatkan taqwa. Jika kita tahu bahwa ada ujian besar di masa depan, kita akan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Demikian pula, jika kita yakin akan adanya hari pembalasan, kita akan berusaha mengumpulkan bekal terbaik.
Taqwa adalah kunci keselamatan di akhirat. Dengan mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, seorang hamba berharap mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya di hari yang dahsyat itu. Ayat ini mengajak kita untuk serius dalam beribadah, berinteraksi dengan sesama, dan menjaga akhlak, karena semua itu adalah investasi untuk kehidupan abadi.
5. Rasa Takut (Khawf) dan Harapan (Raja')
Ayat ini menumbuhkan dua emosi penting dalam hati seorang mukmin: khawf (rasa takut) dan raja' (harapan). Rasa takut muncul dari gambaran kehancuran universal dan ketidakpastian nasib di Padang Mahsyar. Ini adalah ketakutan yang mendorong ketaatan, bukan keputusasaan. Takut akan azab Allah membuat seseorang menjauhi kemaksiatan.
Pada saat yang sama, ayat ini juga menumbuhkan harapan. Harapan akan rahmat Allah yang Maha Luas, yang telah menjanjikan surga bagi orang-orang beriman dan beramal saleh. Harapan ini memotivasi seseorang untuk terus berjuang di jalan Allah, meskipun menghadapi kesulitan dan ujian. Keseimbangan antara khawf dan raja' adalah ciri khas hati seorang mukmin sejati.
6. Mengingatkan Akan Keterbatasan Manusia
Di hadapan dahsyatnya peristiwa yang digambarkan dalam ayat ini, manusia diingatkan akan keterbatasan dan kelemahan dirinya. Manusia tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan kehancuran alam, apalagi untuk menghindari kebangkitan. Kehidupan dan kematian sepenuhnya berada di tangan Allah.
Keterbatasan ini seharusnya menumbuhkan sikap rendah hati (tawadhu') dan menghilangkan kesombongan. Mengapa manusia harus sombong dengan kekayaan, kedudukan, atau pengetahuannya yang fana, padahal pada akhirnya ia akan berdiri telanjang dan lemah di hadapan Sang Pencipta?
7. Pentingnya Beriman kepada yang Gaib
Peristiwa tiupan sangkakala, kematian universal, dan kebangkitan adalah bagian dari alam gaib (ghayb), yaitu hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra atau akal murni manusia. Keimanan terhadap hal-hal gaib adalah salah satu pilar utama akidah Islam. Ayat ini menguji keimanan kita: apakah kita percaya sepenuhnya pada apa yang Allah beritakan melalui firman-Nya, meskipun kita belum pernah melihatnya?
Beriman pada yang gaib ini membedakan seorang mukmin dari mereka yang hanya percaya pada apa yang empiris. Ini menunjukkan kekuatan keyakinan dan kepatuhan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya.
8. Hikmah di Balik Penciptaan dan Penghancuran
Ayat ini, dengan gambaran kehancuran dan kebangkitannya, memberikan hikmah yang mendalam tentang tujuan penciptaan. Dunia ini bukanlah tujuan akhir, melainkan jembatan menuju kehidupan abadi. Allah menciptakan dunia ini dengan segala isinya sebagai tempat ujian bagi manusia. Kehancurannya adalah bagian dari rencana ilahi untuk membawa manusia ke tahap berikutnya, yaitu pertanggungjawaban dan pembalasan.
Memahami hikmah ini membantu manusia untuk melihat hidupnya dalam perspektif yang lebih luas, memberikan makna pada setiap perjuangan dan pengorbanan, serta menjaga diri dari kesia-siaan.
Kaitan Surat Az-Zumar Ayat 68 dengan Ayat-ayat Lain dalam Al-Qur'an
Konsep tiupan sangkakala, kehancuran alam semesta, dan kebangkitan adalah tema yang berulang kali disebut dalam Al-Qur'an dengan berbagai detail dan penekanan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peristiwa ini dalam narasi Ilahi tentang takdir manusia dan alam semesta. Az-Zumar 68 adalah salah satu ayat yang paling komprehensif dalam menjelaskan urutan peristiwa ini. Mari kita lihat kaitannya dengan beberapa ayat lain:
1. Surat An-Naml (27:87): Ketakutan Universal pada Tiupan Sangkakala
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۚ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ"Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah (mati) semua yang di langit dan semua yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri."
(Q.S. An-Naml: 87)
Ayat ini memiliki kemiripan yang sangat kuat dengan Az-Zumar 68, terutama pada frasa "ditiup sangkakala, maka terkejutlah (mati) semua yang di langit dan semua yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah." Kata "faza'a" (terkejut/mati) di sini memiliki makna yang sama dengan "fa sha'iqa" (mati/binasa) dalam Az-Zumar 68. Ayat ini juga menegaskan kembali pengecualian bagi sebagian makhluk dan kondisi makhluk setelah itu, yaitu datang menghadap Allah dengan merendahkan diri, menunjukkan kepasrahan total. Perbedaan utamanya adalah An-Naml 87 hanya berfokus pada tiupan pertama dan dampaknya yang menyebabkan ketakutan dan kematian, tanpa menyebutkan tiupan kedua untuk kebangkitan secara eksplisit.
2. Surat Ya-Sin (36:51-53): Kebangkitan dari Kubur
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُم مِّنَ الْأَجْدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يَنسِلُونَ (51) قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَن بَعَثَنَا مِن مَّرْقَدِنَا ۜ ۗ هَٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَٰنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ (52) إِن كَانَتْ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ (53)"Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. (51) Mereka berkata, 'Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?' Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul.' (52) Tiadalah teriakan itu kecuali sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan di hadapan Kami. (53)"
(Q.S. Ya-Sin: 51-53)
Ayat-ayat ini secara spesifik menggambarkan tiupan sangkakala kedua (nafkhah al-ba'ath). Fokusnya adalah pada proses kebangkitan dari kubur dan bagaimana manusia akan terkejut dengan peristiwa ini, menyadari bahwa janji para rasul tentang Hari Kebangkitan adalah benar. Az-Zumar 68 menyajikan urutan lengkap (mati lalu bangkit), sementara Ya-Sin 51-53 lebih mendetailkan reaksi dan proses kebangkitan itu sendiri.
3. Surat Al-Kahf (18:99): Kedahsyatan Hari Kiamat
وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ ۖ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا"Pada hari itu Kami biarkan sebagian mereka bergelombang (bergelut) dengan sebagian yang lain, dan ditiuplah sangkakala lalu Kami kumpulkan mereka semuanya."
(Q.S. Al-Kahf: 99)
Ayat ini menyebutkan tiupan sangkakala yang diikuti dengan pengumpulan seluruh manusia. Ini melengkapi bagian kedua dari Az-Zumar 68, yaitu "fa iza hum qiyamun yanzhurun" (tiba-tiba mereka berdiri menunggu). Pengumpulan di Padang Mahsyar ini adalah tahap krusial sebelum penghisaban dan pengadilan dimulai. Ayat ini menegaskan kembali bahwa pengumpulan ini adalah hasil dari tiupan sangkakala, sebuah peristiwa besar yang mengawali hari pembalasan.
4. Surat Qaf (50:42): Hari Keluarnya Manusia dari Kubur
يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ"Pada hari mereka mendengar suara jeritan dengan benar, itulah hari keluar (dari kubur)."
(Q.S. Qaf: 42)
"Shaihah" (jeritan) di sini adalah sinonim dari tiupan sangkakala yang kedua, yang menyebabkan kebangkitan. Ayat ini secara eksplisit menyebutnya sebagai "yaumul khuruj" (hari keluar), sebuah gambaran yang sangat sesuai dengan "tiba-tiba mereka berdiri" dalam Az-Zumar 68, menunjukkan bahwa kebangkitan dari kubur adalah peristiwa yang tiba-tiba dan mengejutkan.
5. Surat Al-Haqqah (69:13-16): Tiupan Sangkakala dan Kehancuran Alam
فَإِذَا نُفِخَ فِي الصُّورِ نَفْخَةٌ وَاحِدَةٌ (13) وَحُمِلَتِ الْأَرْضُ وَالْجِبَالُ فَدُكَّتْ دَكَّةً وَاحِدَةً (14) فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (15) وَانشَقَّتِ السَّمَاءُ فَهِيَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ (16)"Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, (13) dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. (14) Maka pada hari itu terjadilah hari Kiamat, (15) dan terbelahlah langit, maka pada hari itu ia lemah. (16)"
(Q.S. Al-Haqqah: 13-16)
Ayat-ayat ini lebih mendetailkan efek dahsyat dari tiupan sangkakala pertama, yang menyebabkan kehancuran total bumi, gunung-gunung, dan langit. Ini memberikan gambaran visual yang lebih hidup tentang "matilah siapa yang di langit dan di bumi" dari Az-Zumar 68, menunjukkan skala kehancuran yang sangat besar.
Dengan melihat ayat-ayat lain ini, kita bisa menyimpulkan bahwa Az-Zumar 68 adalah ayat sentral yang merangkum keseluruhan proses eskatologis yang detailnya ditemukan tersebar di berbagai surat dan ayat dalam Al-Qur'an. Ini menegaskan konsistensi dan kesatuan pesan Al-Qur'an tentang Hari Kiamat, kematian, dan kebangkitan.
Refleksi Kontemporer dan Implementasi dalam Kehidupan
Di era modern ini, di mana teknologi berkembang pesat, informasi mudah diakses, dan materialisme seringkali mendominasi cara pandang, pesan dari Surat Az-Zumar Ayat 68 tetap relevan, bahkan mungkin lebih krusial. Bagaimana kita bisa mengimplementasikan pelajaran dari ayat ini dalam kehidupan sehari-hari?
1. Mengingat Kematian dan Kehancuran Dunia (Dunya)
Meskipun kita hidup di tengah kemajuan yang seolah tak terbatas, ayat ini mengingatkan kita akan keterbatasan dan kefanaan dunia ini. Gedung-gedung pencakar langit, jaringan internet global, dan segala fasilitas modern pada akhirnya akan hancur dan binasa. Kesadaran ini seharusnya menjadi penyeimbang bagi obsesi terhadap pencapaian duniawi semata.
Ini bukan berarti menolak kemajuan atau hidup dalam keputusasaan, melainkan untuk menempatkan dunia pada porsinya yang benar: sebagai ladang amal dan ujian, bukan tujuan akhir. Seorang Muslim harus berusaha meraih kebaikan dunia dan akhirat, namun dengan prioritas yang jelas pada akhirat yang kekal.
2. Menguatkan Iman di Tengah Keraguan dan Ateisme
Di tengah gelombang sekularisme, agnostisisme, dan ateisme yang semakin menguat di beberapa bagian dunia, ayat ini berfungsi sebagai penegasan iman yang kokoh. Gagasan tentang kebangkitan dari kematian mungkin dianggap tidak masuk akal oleh sebagian orang yang hanya percaya pada apa yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Namun, bagi seorang mukmin, ini adalah kebenaran mutlak dari Allah yang Maha Pencipta.
Memahami dan merenungkan Az-Zumar 68 dapat memperkuat keyakinan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk menghidupkan kembali tulang belulang yang telah hancur. Ini membantu seorang Muslim untuk tetap teguh pada akidahnya di tengah arus keraguan.
3. Meningkatkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Jika kita tahu bahwa bumi ini akan hancur dan kita akan dimintai pertanggungjawaban atas segala yang kita lakukan di atasnya, maka ini seharusnya mendorong kita untuk lebih bertanggung jawab. Menjaga lingkungan, berbuat adil kepada sesama, dan menunaikan hak-hak orang lain adalah bagian dari persiapan menuju akhirat.
Korupsi, penindasan, atau perusakan lingkungan bukan hanya tindakan merugikan di dunia, tetapi juga akan menjadi beban berat di hari pengadilan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensi abadi.
4. Mencegah Keputusasaan dan Memberi Harapan
Dalam menghadapi krisis personal atau bencana global, manusia seringkali merasa putus asa. Namun, ayat ini menunjukkan bahwa di balik kehancuran, ada kebangkitan. Ini adalah pesan harapan bahwa setelah kesulitan, akan ada kemudahan; setelah kematian, ada kehidupan baru yang lebih abadi.
Bagi mereka yang telah beriman dan beramal saleh, gambaran hari kiamat bukanlah ancaman, melainkan janji keadilan dan balasan yang indah. Ini memberikan kekuatan untuk terus berjuang di jalan kebaikan, bahkan di saat-saat paling sulit.
5. Membangun Kesadaran Spiritual dalam Kehidupan Sehari-hari
Ayat 68 seharusnya tidak hanya menjadi pengetahuan teoritis, tetapi menjadi bagian dari kesadaran spiritual yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan. Ketika seseorang hendak berbuat dosa, ingatkan diri pada hari ia akan berdiri sendiri di hadapan Allah. Ketika seseorang merasa lelah beribadah, ingatkan diri pada janji pahala yang kekal.
Ini bisa diwujudkan dengan:
- Merutinkan dzikir dan doa: Memohon kekuatan kepada Allah untuk tetap istiqamah.
- Membaca dan merenungi Al-Qur'an: Agar ayat-ayat Allah senantiasa hidup di dalam hati.
- Menghadiri majelis ilmu: Untuk terus menambah pemahaman agama.
- Bersedekah dan membantu sesama: Sebagai investasi akhirat.
- Menjaga lisan dan perbuatan: Karena setiap kata dan tindakan akan dicatat.
Dengan menjadikan pesan Az-Zumar 68 sebagai bagian integral dari cara pandang kita terhadap dunia, kita dapat menjalani hidup dengan tujuan yang lebih jelas, hati yang lebih tenang, dan bekal yang lebih matang untuk menghadapi akhirat.
Penutup: Menuju Kehidupan yang Bermakna
Surat Az-Zumar Ayat 68 adalah salah satu ayat terpenting dalam Al-Qur'an yang secara ringkas namun padat menggambarkan peristiwa fundamental dalam eskatologi Islam: tiupan sangkakala pertama yang mengakhiri seluruh kehidupan, dan tiupan kedua yang mengawali kebangkitan universal untuk pertanggungjawaban. Ayat ini adalah pilar keyakinan yang menegaskan kekuasaan mutlak Allah SWT atas hidup dan mati, penciptaan dan kehancuran, serta keadilan-Nya yang sempurna dalam memberikan balasan.
Pesan-pesan yang terkandung di dalamnya sangatlah mendalam. Ia adalah pengingat akan kefanaan dunia, kepastian akhirat, akuntabilitas individu, dan pentingnya beramal saleh. Ia menumbuhkan rasa takut yang sehat akan azab Allah, sekaligus harapan yang kuat akan rahmat dan ampunan-Nya. Lebih dari itu, ia adalah panggilan untuk refleksi diri, untuk mengevaluasi kembali prioritas hidup, dan untuk mengarahkan segala upaya menuju kehidupan abadi yang dijanjikan.
Semoga dengan merenungi makna Surat Az-Zumar Ayat 68 ini, kita semakin dikuatkan imannya, semakin termotivasi untuk melakukan kebaikan, dan semakin siap menghadapi hari yang pasti datang, di mana kita semua akan berdiri di hadapan Allah SWT, menanti putusan-Nya. Tiada daya upaya melainkan dengan pertolongan Allah, dan kepada-Nya lah kita semua akan kembali.