Stephen Hawking adalah salah satu fisikawan teoretis, kosmolog, dan penulis paling brilian di abad ke-20 dan ke-21. Warisannya mencakup pemahaman mendalam tentang alam semesta, mulai dari lubang hitam hingga asal mula kosmos. Namun, di balik kecemerlangan intelektualnya, muncul spekulasi dan diskusi mengenai kemungkinan Stephen Hawking memiliki Asperger, sebuah kondisi yang termasuk dalam spektrum autisme.
Sebelum membahas lebih jauh tentang Stephen Hawking, penting untuk memahami apa itu Asperger. Sindrom Asperger, yang kini lebih sering dikategorikan sebagai bagian dari Gangguan Spektrum Autisme (GSA) dalam edisi terbaru Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), adalah kondisi perkembangan saraf yang memengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan orang lain, berkomunikasi, dan memahami dunia. Individu dengan Asperger umumnya memiliki kecerdasan normal hingga di atas rata-rata, kemampuan bahasa yang baik (tidak ada penundaan bahasa yang signifikan), namun seringkali kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi non-verbal (kontak mata, bahasa tubuh), dan menunjukkan minat yang sangat spesifik dan mendalam terhadap topik tertentu.
Ciri khas lainnya meliputi kecenderungan pada rutinitas, kepekaan sensorik yang berbeda (terhadap suara, cahaya, sentuhan), dan kesulitan dalam memahami sarkasme atau metafora. Penting untuk diingat bahwa spektrum autisme sangat luas, dan setiap individu mengalami kondisi ini dengan cara yang unik.
Meskipun Stephen Hawking tidak pernah secara resmi didiagnosis dengan sindrom Asperger, banyak pengamat, rekan kerja, dan bahkan dirinya sendiri (melalui otobiografinya) yang menunjukkan paralel antara perilakunya dan ciri-ciri yang sering dikaitkan dengan kondisi ini. Beberapa poin yang sering diangkat meliputi:
Stephen Hawking sendiri pernah menyatakan bahwa ia melihat dirinya sebagai seseorang yang "agak seperti orang autis," dalam artian bahwa ia memiliki dorongan yang sangat kuat untuk bekerja di bidang sains dan menghadapi banyak hambatan dalam kehidupan sosialnya. Ia juga seringkali berargumen bahwa otak yang berbeda, termasuk yang mungkin memiliki ciri-ciri autistik, dapat memiliki keunggulan dalam bidang-bidang tertentu seperti sains dan matematika.
Ada pandangan populer bahwa individu dengan ciri-ciri autistik mungkin memiliki cara berpikir yang berbeda, yang memungkinkan mereka untuk melihat pola dan hubungan yang tidak terlihat oleh orang lain. Hal ini, dikombinasikan dengan fokus yang kuat, dapat menjadi aset yang sangat berharga dalam pengembangan teori-teori ilmiah yang kompleks dan revolusioner.
Meskipun spekulasi mengenai Stephen Hawking dan Asperger menarik untuk dibahas dari sudut pandang ilmiah dan personal, penting untuk diingat bahwa diagnosis formal tidak pernah dibuat. Yang terpenting adalah menghargai pencapaian luar biasa Stephen Hawking sebagai ilmuwan dan inspirasi bagi banyak orang. Jika ia memang memiliki ciri-ciri Asperger, maka ini menunjukkan bahwa kondisi tersebut bukanlah penghalang untuk mencapai kehebatan, melainkan mungkin, dalam beberapa kasus, sebuah kekuatan yang unik.
Diskusi seperti ini seharusnya meningkatkan pemahaman kita tentang keragaman neurologis dan meruntuhkan stereotip yang mungkin ada. Stephen Hawking mengajarkan kita bahwa dengan dorongan, kecerdasan, dan dukungan yang tepat, hambatan apa pun dapat diatasi, dan kontribusi yang signifikan bagi dunia dapat dicapai.