Dalam tatanan masyarakat yang beradab, konsep hukum dan HAM adalah dua pilar fundamental yang saling menguatkan demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh individu. Keduanya bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan terjalin erat, saling melengkapi, dan membentuk kerangka kerja yang melindungi hak asasi manusia serta mengatur interaksi sosial secara tertib dan adil. Memahami hubungan keduanya adalah kunci untuk membangun masyarakat yang demokratis, menghormati martabat setiap insan, dan mencegah potensi kesewenang-wenangan.
Hukum, secara esensial, adalah seperangkat peraturan dan norma yang dibuat oleh badan yang berwenang (seperti pemerintah) untuk mengatur perilaku individu dan organisasi dalam suatu wilayah. Tujuannya sangat beragam, mulai dari menciptakan ketertiban, mencegah konflik, menyelesaikan perselisihan, hingga memberikan jaminan keamanan dan kepastian hukum. Tanpa hukum, masyarakat akan cenderung berada dalam kondisi anarki, di mana yang kuat akan menindas yang lemah, dan hak-hak individu tidak akan terlindungi.
Hukum mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari hukum pidana yang memberikan sanksi bagi pelanggar norma, hukum perdata yang mengatur hubungan antarindividu (seperti kontrak dan waris), hukum administrasi yang mengatur jalannya pemerintahan, hingga hukum internasional yang mengatur hubungan antarnegara. Keberadaan hukum memberikan rasa aman, kepastian, dan kerangka kerja yang dapat diandalkan bagi setiap warga negara.
Sementara itu, Hak Asasi Manusia (HAM) merujuk pada hak-hak inheren yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir, tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, kebangsaan, orientasi seksual, atau status lainnya. HAM bersifat universal, tidak dapat dicabut, dan merupakan anugerah yang melekat pada setiap individu sebagai makhluk Tuhan yang memiliki martabat. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) PBB adalah salah satu dokumen penting yang menggarisbawahi berbagai hak dasar manusia, seperti hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak untuk tidak disiksa, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta hak atas persamaan di depan hukum.
HAM dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, meliputi hak sipil dan politik (seperti hak memilih, hak kebebasan berkumpul) dan hak ekonomi, sosial, dan budaya (seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pekerjaan). Ketiganya saling terkait dan membentuk gambaran utuh dari kehidupan yang layak dan bermartabat.
Di sinilah inti keterkaitan antara hukum dan HAM adalah saling melengkapi dan menguatkan. Hukum berfungsi sebagai instrumen utama untuk menjamin dan melindungi pelaksanaan hak asasi manusia. Undang-undang dasar, undang-undang organik, dan peraturan perundang-undangan lainnya dirancang untuk memastikan bahwa hak-hak fundamental setiap warga negara dihormati, dilindungi, dan dipromosikan. Sebagai contoh, undang-undang yang menjamin kebebasan pers melindungi hak seseorang untuk menyampaikan pendapat. Undang-undang yang melarang diskriminasi melindungi hak setiap orang untuk diperlakukan setara tanpa pandang bulu.
Lebih lanjut, sistem peradilan yang independen dan imparsial adalah penegak hukum yang bertugas memastikan bahwa hak asasi manusia tidak dilanggar. Ketika terjadi pelanggaran HAM, hukum memberikan mekanisme untuk mencari keadilan, melakukan rehabilitasi, dan memberikan ganti rugi bagi korban. Tanpa kerangka hukum yang kuat, klaim terhadap HAM akan menjadi sekadar aspirasi tanpa dasar yang bisa ditegakkan.
Sebaliknya, prinsip-prinsip HAM juga menjadi landasan filosofis dan moral bagi pembentukan hukum yang adil dan manusiawi. Ketika hukum dirancang, ia harus selaras dengan standar HAM internasional dan nasional. Hukum yang tidak menghormati HAM pada dasarnya adalah hukum yang cacat dan tidak akan mampu menciptakan keadilan yang sesungguhnya. Misalnya, penerapan hukuman mati tanpa proses hukum yang adil atau undang-undang yang membatasi kebebasan beragama secara sewenang-wenang adalah contoh pelanggaran HAM yang berakar pada celah atau kelemahan dalam sistem hukum.
Oleh karena itu, proses legislasi yang baik harus melibatkan kajian mendalam mengenai dampak suatu peraturan terhadap hak asasi manusia. Partisipasi publik, diskusi terbuka, dan masukan dari para ahli HAM sangat penting dalam perancangan undang-undang agar tercipta hukum yang tidak hanya efektif dalam menjaga ketertiban, tetapi juga menjunjung tinggi martabat dan hak setiap individu.
Meskipun korelasi antara hukum dan HAM adalah jelas, dalam praktiknya seringkali muncul tantangan. Pelanggaran HAM masih terjadi, baik yang dilakukan oleh negara maupun oleh aktor non-negara. Ketidakadilan dalam penegakan hukum, korupsi, dan lemahnya akses terhadap keadilan dapat menjadi hambatan serius. Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat keduanya harus terus dilakukan.
Pendidikan HAM bagi aparat penegak hukum, peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak-hak mereka, penguatan lembaga-lembaga pengawas HAM, dan reformasi sistem peradilan adalah langkah-langkah krusial. Selain itu, mendorong partisipasi aktif masyarakat sipil dalam mengadvokasi dan memantau pelaksanaan hukum dan HAM juga sangat vital. Komitmen politik dari pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum dan melindungi HAM menjadi landasan utama dalam setiap usaha perbaikan.
Pada akhirnya, pemahaman mendalam bahwa hukum dan HAM adalah dua sisi mata uang yang sama pentingnya, akan membawa kita pada kesadaran bahwa membangun masyarakat yang adil dan beradab memerlukan upaya kolektif yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa hukum berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu melindungi dan memajukan hak asasi setiap manusia.