Dalam khazanah ajaran Islam, dikenal sebuah konsep yang mendalam dan sering kali disalahpahami, yaitu asketisme Islam. Berbeda dengan asketisme dalam tradisi lain yang terkadang diartikan sebagai penolakan total terhadap duniawi atau penyiksaan diri, asketisme dalam Islam memiliki makna yang lebih subtil dan berorientasi pada pencapaian spiritual yang seimbang. Intinya adalah upaya untuk membersihkan diri dari keterikatan duniawi yang berlebihan demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Secara harfiah, asketisme berasal dari kata Yunani "askesis" yang berarti latihan atau disiplin diri. Dalam Islam, praktik ini sering dihubungkan dengan istilah zuhud dan wara'. Zuhud merujuk pada sikap tidak terikat secara emosional dan material terhadap dunia. Bukan berarti menolak harta atau kesenangan, melainkan tidak menjadikannya sebagai tujuan utama hidup atau sumber kebahagiaan mutlak. Sementara itu, wara' adalah sikap hati-hati dalam menjalani kehidupan, menjauhi segala sesuatu yang syubhat (samar) dan berpotensi mendatangkan dosa.
Asketisme Islam bukanlah tentang hidup dalam kemiskinan yang dipaksakan atau menolak segala bentuk kenyamanan yang halal. Sebaliknya, ini adalah tentang kesadaran bahwa dunia hanyalah sementara dan akhirat adalah tujuan abadi. Oleh karena itu, seorang Muslim yang mengamalkan asketisme akan menggunakan sumber daya duniawi yang diberikan Allah dengan bijak, mensyukurinya, dan tidak menjadikannya penghalang untuk beribadah dan berbuat kebaikan.
Tujuan utama dari asketisme dalam Islam adalah untuk mencapai ketenangan jiwa, kejernihan hati, dan kedekatan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta. Dengan mengurangi fokus pada kesenangan duniawi yang fana, seorang Muslim dapat membebaskan dirinya dari beban kecemasan, keserakahan, dan ambisi yang tidak sehat. Inilah yang sering disebut sebagai "kekayaan sejati" yang tidak dapat diukur dengan materi.
Manfaat praktis dari mengamalkan asketisme Islam antara lain:
Mengamalkan asketisme tidak memerlukan ritual yang rumit atau meninggalkan kehidupan sosial. Ini dapat diintegrasikan dalam aktivitas sehari-hari:
"Barangsiapa di pagi hari dunia adalah perhatian utamanya, maka Allah akan menjadikan kefakiran di depan kedua matanya dan ia tidak akan mendapatkan dari dunia kecuali apa yang telah ditulis untuknya. Dan barangsiapa di pagi hari akhirat adalah perhatian utamanya, maka Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya dan dunia akan datang kepadanya dengan hina." (HR. Tirmidzi)
Beberapa cara mengamalkan asketisme Islam:
Penting untuk digarisbawahi bahwa asketisme Islam bukanlah ajaran yang mendorong umatnya untuk menjadi pertapa atau menolak segala bentuk kehidupan normal. Al-Qur'an dan Sunnah mengajarkan umatnya untuk mencari rezeki yang halal, membangun keluarga, dan berkontribusi pada masyarakat. Kuncinya adalah keseimbangan. Seorang Muslim boleh memiliki harta, menikmati kesenangan dunia yang halal, tetapi ia tidak boleh dikuasai oleh semua itu. Harta seharusnya menjadi alat untuk beribadah dan berbuat baik, bukan menjadi tuan yang mengendalikan hidup.
Para nabi dan sahabat Rasulullah SAW, meskipun memiliki kedudukan tinggi, seringkali menunjukkan keteladanan dalam kesederhanaan dan fokus spiritual mereka. Kehidupan mereka dipenuhi dengan perjuangan, pengabdian, dan penyerahan diri kepada Allah, bukan pada pencapaian materi semata.
Asketisme Islam adalah jalan spiritual yang mengajarkan umatnya untuk mengelola hubungan dengan dunia secara bijak, memurnikan niat, dan mengarahkan hati serta jiwa untuk senantiasa mendekat kepada Allah. Ini adalah tentang menemukan kedamaian dan kebahagiaan hakiki yang tidak dapat dibeli dengan harta benda duniawi.