Artemia, yang sering dikenal sebagai udang renik atau brine shrimp, adalah krustasea kecil yang hidup di lingkungan air payau atau asin. Siklus hidupnya yang unik, termasuk kemampuan menghasilkan telur dorman (kista) yang dapat bertahan dalam kondisi ekstrem, menjadikannya sumber pakan yang sangat berharga dalam akuakultur. Telur artemia inilah yang ketika diberi kondisi yang tepat, akan menetas menjadi nauplii (larva artemia) yang sangat bergizi. Memahami cara menetas dan mengelola artemia yang sudah menetas adalah kunci keberhasilan bagi para penghobi ikan hias, peternak ikan, serta penambak udang dan kerang.
Nauplii artemia yang baru menetas kaya akan protein, asam amino esensial, lemak, vitamin, dan mineral. Kandungan nutrisinya yang tinggi menjadikannya pakan awal yang ideal untuk berbagai jenis ikan kecil, larva ikan, juvenil udang, dan larva kerang. Ukuran nauplii yang kecil memudahkan mereka untuk dikonsumsi oleh mulut hewan akuatik yang masih sangat muda. Fleksibilitas dalam penangkaran dan kemudahan dalam pengadaan telurnya membuat artemia menjadi pilihan utama para praktisi akuakultur di seluruh dunia.
Proses penetasan artemia terbilang sederhana namun membutuhkan ketelitian. Beberapa faktor kunci yang memengaruhi keberhasilan penetasan meliputi:
Cara umum untuk menetas adalah dengan mencampurkan kista artemia dengan air garam dalam sebuah wadah penetasan (hacther) yang dilengkapi aerasi. Setelah sekitar 24-48 jam tergantung pada suhu dan kualitas kista, nauplii akan mulai berenang aktif.
Artemia yang sudah menetas, atau nauplii, memiliki ciri khas yang mudah dikenali. Mereka berukuran sangat kecil, biasanya sekitar 400-500 mikrometer. Nauplii yang baru menetas berwarna oranye hingga coklat kemerahan karena adanya kantung kuning telur yang mereka bawa. Mereka akan bergerak aktif berenang di dalam air, mencari cahaya. Pergerakan aktif inilah yang menjadi indikator bahwa mereka siap untuk dipanen dan diberikan sebagai pakan.
Penting untuk memanen nauplii segera setelah mereka menetas dan aktif berenang. Jika dibiarkan terlalu lama tanpa pakan, nauplii akan mulai mengkonsumsi cadangan kuning telurnya, ukuran tubuhnya akan mengecil, dan nutrisinya berkurang. Bahkan, tanpa pakan tambahan, nauplii akan mati setelah beberapa hari. Oleh karena itu, pemberian pakan pada artemia yang sudah menetas juga merupakan tahapan penting jika Anda ingin mempertahankan populasinya untuk beberapa waktu.
Memberikan artemia yang sudah menetas sebagai pakan memiliki segudang manfaat, terutama untuk tahap awal kehidupan ikan dan hewan akuatik lainnya:
Untuk memaksimalkan nilai nutrisi artemia yang sudah menetas, mereka perlu diberi pakan setelah kuning telurnya habis. Pakan yang umum digunakan untuk artemia antara lain:
Pemberian pakan dilakukan secara berkala setelah nauplii melewati tahap awal penetasan. Penting untuk tidak memberikan pakan berlebih agar kualitas air di wadah artemia tetap terjaga. Proses pemanenan nauplii biasanya dilakukan menggunakan selang kecil atau saringan halus yang dirancang khusus untuk artemia, memisahkan nauplii dari cangkang telur yang tidak menetas dan air garam.
Artemia yang sudah menetas adalah aset tak ternilai dalam dunia akuakultur dan perawatan ikan hias. Dengan memahami proses penetasannya, mengenali ciri-cirinya, dan mengetahui manfaatnya, para penghobi dan peternak dapat secara efektif memanfaatkan sumber pakan alami yang luar biasa ini. Memberikan pakan yang tepat kepada ikan dan hewan akuatik sejak dini dengan nauplii artemia yang segar dan bergizi akan sangat berkontribusi pada kesehatan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup mereka. Investasi waktu dan tenaga dalam menumbuhkan artemia sendiri akan memberikan imbalan yang signifikan dalam keberhasilan budidaya Anda.