Pendahuluan: Mengapa Hari Asyura Begitu Penting?
Hari Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriah, adalah salah satu hari yang memiliki keistimewaan dan makna mendalam dalam tradisi Islam. Kata "Asyura" sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "kesepuluh", merujuk pada tanggal pelaksanaannya. Sejak zaman kenabian, hari ini telah diperingati dengan berbagai bentuk ibadah dan refleksi spiritual, menjadikannya momen penting bagi umat Muslim di seluruh dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Signifikansi Hari Asyura tidak hanya terletak pada penanggalannya, tetapi juga pada rangkaian peristiwa besar dalam sejarah Islam dan kemanusiaan yang terjadi pada hari tersebut. Dari kisah heroik para nabi hingga janji-janji pahala yang besar bagi mereka yang mengamalkan sunnah pada hari ini, Asyura menawarkan kesempatan emas untuk meraih keberkahan dan ampunan.
Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal mengenai amalan Asyura, mulai dari sejarah dan maknanya yang kaya, amalan-amalan utama yang disyariatkan, keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya, hingga adab dan etika dalam pelaksanaannya. Kami juga akan membahas beberapa kekeliruan umum dan memberikan hikmah yang dapat dipetik dari perayaan hari yang mulia ini. Tujuan utama dari panduan lengkap ini adalah untuk membantu umat Muslim memahami secara komprehensif tentang Hari Asyura dan melaksanakannya sesuai dengan tuntunan syariat, sehingga dapat mengoptimalkan setiap momen berharga yang ditawarkan oleh hari istimewa ini.
Mari kita selami lebih dalam lautan ilmu dan spiritualitas Hari Asyura, meresapi setiap detail untuk memperkaya iman dan amal ibadah kita.
Sejarah dan Makna Hari Asyura: Sebuah Kilas Balik yang Mendalam
Untuk memahami sepenuhnya keutamaan dan amalan Hari Asyura, kita perlu menelusuri akar sejarahnya yang kaya, yang terjalin erat dengan perjalanan kenabian dan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah umat manusia. Hari Asyura bukanlah sekadar tanggal biasa; ia adalah penanda waktu yang disucikan, menyimpan banyak pelajaran dan pengingat akan kebesaran Allah SWT.
Asal Mula Nama Asyura
Sebagaimana disebutkan, kata "Asyura" (عاشوراء) berasal dari kata "asyara" (عشرة) yang berarti sepuluh. Ini secara langsung merujuk pada hari kesepuluh dari bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah. Penamaan ini sendiri menunjukkan bahwa tanggal ini memiliki kekhasan dan signifikansi yang membedakannya dari hari-hari lainnya.
Peristiwa Agung Nabi Musa AS dan Firaun
Salah satu peristiwa paling monumental yang menjadikan Hari Asyura istimewa adalah penyelamatan Nabi Musa AS dan kaumnya (Bani Israil) dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Kisah ini diceritakan secara rinci dalam Al-Qur'an dan menjadi bukti nyata kekuasaan Allah SWT atas setiap tirani. Menurut riwayat, pada hari Asyura, Allah SWT membelah Laut Merah, menciptakan jalan bagi Nabi Musa dan pengikutnya untuk menyeberang, sementara Firaun dan pasukannya ditenggelamkan di dalamnya. Ini adalah kemenangan besar kebenaran atas kezaliman, cahaya atas kegelapan.
Ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah setelah hijrah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Beliau bertanya kepada mereka tentang puasa tersebut, dan mereka menjawab, "Ini adalah hari yang agung, hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Firaun dan kaumnya. Maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah, sehingga kami pun berpuasa." Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda, "Kami lebih berhak dan lebih utama terhadap Musa daripada kalian." Sejak saat itu, beliau memerintahkan umat Muslim untuk berpuasa pada Hari Asyura.
Dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata: "Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya: 'Puasa apa ini?' Mereka menjawab: 'Ini adalah hari baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu.' Nabi SAW bersabda: 'Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.' Maka beliau berpuasa dan memerintahkan untuk berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim)
Peristiwa Penting Lain yang Dikaitkan dengan Asyura
Selain kisah Nabi Musa, beberapa riwayat dan tradisi populer juga mengaitkan Hari Asyura dengan berbagai peristiwa penting lainnya dalam sejarah para nabi, meskipun sebagian besar riwayat ini memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai validitas sanadnya. Namun, secara umum, kisah-kisah ini menunjukkan kekayaan naratif dan signifikansi spiritual yang dipersepsikan pada hari ini:
- Nabi Adam AS Diterima Taubatnya: Ada yang berpendapat bahwa pada Hari Asyura, taubat Nabi Adam AS diterima oleh Allah SWT setelah beliau memakan buah terlarang.
- Nabi Nuh AS Berlabuh: Kapal Nabi Nuh AS dikatakan berlabuh dengan selamat di Gunung Judi pada Hari Asyura setelah banjir besar yang melanda bumi.
- Nabi Ibrahim AS Diselamatkan dari Api: Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim AS diselamatkan dari kobaran api Raja Namrud pada Hari Asyura.
- Nabi Ayub AS Disembuhkan dari Penyakit: Ada pula yang meyakini bahwa Nabi Ayub AS disembuhkan dari penyakit parahnya pada hari ini.
- Nabi Yunus AS Keluar dari Perut Ikan: Dikisahkan bahwa Nabi Yunus AS dikeluarkan dari perut ikan paus pada Hari Asyura.
- Nabi Isa AS Dilahirkan dan Diangkat ke Langit: Beberapa tradisi juga menyebutkan kelahiran Nabi Isa AS dan pengangkatannya ke langit terjadi pada Hari Asyura.
Meskipun tidak semua riwayat ini memiliki dasar hadits yang kuat menurut standar ahli hadits, keberadaan kisah-kisah ini dalam tradisi Islam menunjukkan betapa Hari Asyura dianggap sebagai hari keberkahan, rahmat, dan penyelamatan Ilahi. Ini memperkuat pemahaman bahwa Asyura adalah hari di mana banyak takdir besar diatur dan keajaiban-keajaiban Allah ditampakkan.
Peristiwa Karbala: Tragedi pada Hari Asyura
Penting juga untuk disebutkan bahwa Hari Asyura juga identik dengan peristiwa tragedi besar dalam sejarah Islam, yaitu wafatnya cucu Rasulullah SAW, Imam Husain bin Ali RA, di Karbala. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriah. Bagi sebagian Muslim, terutama Syiah, Hari Asyura diperingati dengan ratapan dan duka cita yang mendalam untuk mengenang syahidnya Imam Husain dan para pengikutnya. Namun, bagi umat Muslim Sunni, amalan sunnah pada Hari Asyura tetap berpusat pada puasa sebagai bentuk syukur atas penyelamatan Nabi Musa AS, bukan untuk memperingati tragedi Karbala secara ritualistik, meskipun menghormati dan mengenang para syuhada adalah bagian dari keimanan.
Dengan memahami latar belakang sejarah yang kaya ini, kita dapat lebih mengapresiasi Hari Asyura sebagai waktu yang penuh berkah, kesempatan untuk merenungkan kekuasaan Allah, mengikuti jejak para nabi, dan memperbanyak amal kebaikan.
Amalan Utama Hari Asyura: Puasa Asyura dan Tasa'ua
Di antara berbagai amalan yang dianjurkan pada Hari Asyura, puasa menempati posisi sentral dan merupakan amalan sunnah yang paling ditekankan. Puasa ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan ibadah yang memiliki dasar syariat yang kuat dari hadits-hadits Rasulullah SAW dan menyimpan keutamaan yang luar biasa.
1. Puasa Asyura (10 Muharram)
Puasa pada tanggal 10 Muharram adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi umat Muslim. Sebagaimana telah disebutkan, puasa ini dimulai ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah dan mendapati kaum Yahudi berpuasa sebagai bentuk syukur atas penyelamatan Nabi Musa AS.
Hukum dan Keutamaan Puasa Asyura
Hukum puasa Asyura adalah sunnah. Keutamaannya sangat besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW:
Dari Abu Qatadah RA, Rasulullah SAW bersabda: "Puasa hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Dan puasa hari Asyura (tanggal 10 Muharram) dapat menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan betapa agungnya pahala puasa Asyura. Pengampunan dosa setahun yang lalu adalah karunia yang sangat besar dari Allah SWT. Para ulama menjelaskan bahwa dosa yang diampuni melalui puasa Asyura adalah dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar memerlukan taubat nasuha.
Niat Puasa Asyura
Niat puasa Asyura, seperti puasa sunnah lainnya, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelumnya. Namun, jika seseorang lupa atau baru berniat pada siang hari (sebelum tergelincir matahari/zawal), asalkan ia belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak fajar, maka niatnya sah. Contoh niat dalam hati:
"Saya niat puasa sunnah Asyura karena Allah Ta'ala."
Tidak ada lafaz khusus yang wajib diucapkan, niat cukup dalam hati.
Waktu Pelaksanaan
Puasa Asyura dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram, dimulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Seperti puasa lainnya, ia mencakup menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa.
2. Puasa Tasu'a (9 Muharram)
Selain puasa Asyura, Rasulullah SAW juga menganjurkan untuk berpuasa pada hari sebelumnya, yaitu tanggal 9 Muharram, yang dikenal dengan puasa Tasu'a. Puasa ini disunnahkan untuk membedakan diri dari kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram.
Mengapa Disunnahkan Puasa Tasu'a?
Dalam sebuah hadits, Ibnu Abbas RA meriwayatkan:
"Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, para sahabat berkata: 'Ya Rasulullah, hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Maka Rasulullah SAW bersabda: 'Jika aku masih hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu'a).'" (HR. Muslim)
Namun, Rasulullah SAW wafat sebelum sempat melaksanakan puasa Tasu'a pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, para ulama memahami bahwa anjuran berpuasa Tasu'a adalah sunnah untuk membedakan amalan umat Islam dari ahli kitab, serta untuk mendapatkan pahala tambahan. Hukum puasa Tasu'a juga sunnah.
Hikmah Puasa Tasu'a
Hikmah di balik puasa Tasu'a adalah menunjukkan keunikan syariat Islam dan semangat untuk tidak meniru secara mutlak kebiasaan kaum lain dalam ibadah. Selain itu, berpuasa dua hari (9 dan 10 Muharram) juga memberikan kebaikan ekstra, seperti:
- Mengantisipasi kesalahan dalam penentuan hilal (bulan baru), sehingga jika ada kekeliruan, puasa Asyura tetap terjamin.
- Mendapatkan pahala lebih dari puasa dua hari.
- Melengkapi ibadah puasa dengan cara yang lebih sempurna.
3. Puasa Tiga Hari: 9, 10, dan 11 Muharram
Beberapa ulama juga menganjurkan untuk menambah puasa pada tanggal 11 Muharram, sehingga berpuasa selama tiga hari berturut-turut (9, 10, dan 11 Muharram). Anjuran ini didasarkan pada hadits:
"Puasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya untuk membedakan diri dari kaum Yahudi." (Sebagian ulama menguatkan riwayat ini, meskipun sanadnya tidak sekuat hadits Tasu'a).
Amalan ini dikenal dengan sebutan "shalish" atau puasa tiga hari. Puasa tanggal 11 Muharram adalah sunnah, bukan wajib, dan merupakan bentuk kehati-hatian serta keinginan untuk meraih pahala lebih. Melaksanakan puasa Tasu'a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram) sudah mencukupi dan sesuai dengan sunnah yang kuat.
Kondisi Tidak Berpuasa
Seperti puasa-puasa sunnah lainnya, beberapa kondisi membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa pada Hari Asyura atau Tasu'a:
- Sakit: Jika berpuasa dapat memperparah penyakit atau menghambat kesembuhan.
- Musafir: Bagi mereka yang sedang dalam perjalanan jauh.
- Wanita Haid atau Nifas: Tidak diperbolehkan berpuasa.
- Wanita Hamil atau Menyusui: Jika khawatir akan kesehatan diri atau bayinya.
Bagi mereka yang memiliki qadha puasa Ramadhan, disarankan untuk mengqadha puasa Ramadhan terlebih dahulu, atau menggabungkan niat qadha dengan niat puasa Asyura/Tasu'a (dengan pendapat yang berbeda-beda di kalangan ulama mengenai kebolehan penggabungan niat ini).
Dengan memahami secara detail tentang puasa Asyura dan Tasu'a, umat Muslim dapat melaksanakannya dengan penuh keyakinan dan harapan akan pahala serta ampunan dari Allah SWT, sekaligus mengikuti teladan Rasulullah SAW dalam memuliakan hari istimewa ini.
Keutamaan dan Hikmah di Balik Puasa Asyura
Puasa Asyura bukan hanya sekadar amalan rutin, melainkan ibadah yang sarat dengan keutamaan dan hikmah mendalam. Memahami aspek-aspek ini dapat meningkatkan motivasi kita dalam melaksanakannya dan memperkuat ikatan spiritual dengan Allah SWT.
1. Penghapus Dosa Setahun yang Lalu
Seperti yang telah dijelaskan dalam hadits shahih riwayat Muslim, puasa Asyura memiliki keutamaan yang luar biasa, yaitu dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu. Ini adalah karunia yang sangat besar dari Allah SWT, memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk membersihkan diri dari kesalahan dan kekhilafan masa lalu.
- Jenis Dosa yang Diampuni: Para ulama sepakat bahwa dosa yang diampuni oleh puasa Asyura adalah dosa-dosa kecil (shaghaa'ir). Dosa-dosa besar (kabaa'ir) memerlukan taubat nasuha yang tulus, yaitu taubat yang memenuhi syarat-syarat tertentu seperti menyesali perbuatan dosa, bertekad tidak mengulanginya, dan jika terkait dengan hak orang lain, harus mengembalikan hak tersebut atau meminta maaf.
- Motivasi untuk Bertaubat: Keutamaan ini seyogianya menjadi pendorong bagi kita untuk tidak hanya berpuasa, tetapi juga introspeksi diri, mengakui kesalahan, dan bertaubat dari segala dosa, baik kecil maupun besar. Puasa Asyura menjadi semacam "pembersihan awal" yang mendorong kepada pembersihan diri yang lebih menyeluruh.
2. Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW
Melaksanakan puasa Asyura adalah bentuk nyata ketaatan dan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW. Beliau berpuasa dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa, serta berniat untuk menambah puasa Tasu'a. Dengan berpuasa, kita meneladani amalan beliau dan meraih pahala dari setiap langkah mengikuti sunnahnya.
- Ketaatan adalah Ibadah: Mengikuti sunnah Nabi SAW bukan hanya sekadar tradisi, tetapi sebuah bentuk ibadah yang mendatangkan pahala dan keberkahan. Setiap ketaatan kepada beliau adalah ketaatan kepada Allah SWT.
- Meningkatkan Kecintaan: Semakin kita meneladani Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan, termasuk ibadah, semakin kuat pula kecintaan kita kepada beliau dan kepada Allah SWT.
3. Mengingat Sejarah Para Nabi dan Kekuasaan Allah
Puasa Asyura mengingatkan kita pada kisah penyelamatan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari tirani Firaun. Kisah ini adalah pengingat abadi akan kekuasaan Allah yang tak terbatas, yang mampu menolong hamba-hamba-Nya yang taat dan menghancurkan para penindas.
- Pelajaran dari Sejarah: Kisah Nabi Musa mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran, keberanian dalam menghadapi kezaliman, dan keyakinan teguh bahwa pertolongan Allah pasti datang bagi orang-orang yang beriman.
- Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan: Kemenangan Nabi Musa atas Firaun adalah simbol kemenangan kebenaran dan keadilan. Ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat kebebasan dan keadilan yang diberikan Allah.
4. Membiasakan Diri Berpuasa dan Meningkatkan Takwa
Melaksanakan puasa sunnah seperti Asyura membantu melatih diri untuk berpuasa di luar bulan Ramadhan. Ini merupakan latihan spiritual yang bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan fisik dan mental dalam beribadah, serta mengendalikan hawa nafsu.
- Latihan Disiplin Diri: Puasa melatih kedisiplinan, kesabaran, dan kontrol diri. Ini adalah fondasi penting untuk membentuk karakter mukmin yang kuat dan bertakwa.
- Meningkatkan Kesadaran Ilahi: Saat berpuasa, kita lebih merasakan kehadiran Allah dalam setiap tindakan, meningkatkan rasa takut (khauf) dan harapan (raja') kepada-Nya, yang merupakan esensi takwa.
5. Meraih Pahala yang Besar
Selain pengampunan dosa, puasa Asyura tentu saja mendatangkan pahala yang berlipat ganda. Setiap amal kebaikan pada hari yang istimewa akan diganjar dengan balasan yang lebih besar di sisi Allah SWT.
- Investasi Akhirat: Berpuasa Asyura adalah investasi untuk kehidupan akhirat kita. Pahala yang kita raih akan menjadi bekal berharga di hari perhitungan kelak.
- Mencari Keridhaan Allah: Tujuan utama kita beramal adalah mencari keridhaan Allah SWT. Puasa Asyura adalah salah satu jalan untuk meraih keridhaan-Nya.
6. Mempererat Ukhuwah Islamiyah
Meskipun bukan amalan berjamaah, peringatan Hari Asyura secara tidak langsung mengingatkan umat Muslim akan warisan sejarah dan nilai-nilai Islam yang sama. Diskusi tentang keutamaan Asyura, saling mengingatkan untuk berpuasa, dan berbagi pengetahuan tentang amalan-amalan pada hari itu dapat mempererat tali persaudaraan sesama Muslim.
- Ikatan Sejarah dan Keimanan: Momen seperti Asyura menguatkan ikatan sejarah dan keimanan yang mempersatukan umat dari berbagai latar belakang.
- Saling Mengingatkan Kebaikan: Ketika umat Muslim saling mengingatkan untuk berpuasa dan beramal saleh di hari Asyura, itu menunjukkan kepedulian dan cinta dalam Islam.
Dengan demikian, puasa Asyura dan Tasu'a adalah kesempatan emas yang patut dimanfaatkan oleh setiap Muslim. Bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang penuh makna, keutamaan, dan hikmah yang mendalam untuk meraih keridhaan Allah SWT.
Amalan Sunnah Lain di Hari Asyura: Memperkaya Ibadah dan Kebaikan
Selain puasa Asyura dan Tasu'a yang merupakan amalan utama, ada beberapa amalan lain yang dianjurkan untuk dikerjakan pada hari yang mulia ini. Meskipun sebagian amalan ini tidak memiliki dalil sekuat puasa, namun secara umum merupakan kebaikan yang sangat dianjurkan dalam Islam dan akan mendatangkan pahala jika dilakukan dengan niat yang tulus.
1. Sedekah dan Memberi Makan
Bersedekah adalah amalan mulia yang sangat ditekankan dalam Islam pada setiap waktu, terlebih lagi pada hari-hari yang istimewa. Ada beberapa riwayat (meskipun sebagian ulama membahas derajat kesahihannya) yang menyebutkan keutamaan bersedekah pada Hari Asyura.
Ada riwayat yang mengatakan, "Barangsiapa meluaskan (nafkah) bagi keluarganya pada Hari Asyura, niscaya Allah akan meluaskannya sepanjang tahun." (Riwayat ini sering diperdebatkan kesahihannya oleh para ahli hadits, namun sebagian ulama seperti Imam Suyuti dan Imam Baihaqi menganggapnya hasan atau shahih dari segi makna).
Terlepas dari derajat hadits spesifik tentang sedekah di Hari Asyura, prinsip umum Islam sangat menganjurkan sedekah, dan melakukannya pada hari yang dianggap mulia akan menambah pahala. Memberi makan kepada fakir miskin, anak yatim, atau menjamu keluarga dengan makanan yang lebih baik dari biasanya adalah bentuk sedekah yang sangat dianjurkan.
- Bentuk-bentuk Sedekah: Sedekah bisa berupa makanan, uang, pakaian, atau bantuan lainnya. Yang terpenting adalah keikhlasan dalam memberi.
- Manfaat Sedekah: Sedekah tidak hanya membantu penerima, tetapi juga membersihkan harta pemberi, mendatangkan keberkahan, melipatgandakan pahala, dan menghapus dosa.
- Menjamu Keluarga: Mengadakan jamuan makan untuk keluarga atau kerabat pada Hari Asyura sebagai bentuk syukur dan mempererat tali silaturahmi juga merupakan amalan yang baik. Hal ini sesuai dengan semangat hadits di atas yang menganjurkan melapangkan nafkah bagi keluarga.
2. Memperbanyak Doa dan Dzikir
Hari Asyura adalah waktu yang tepat untuk memperbanyak doa dan dzikir kepada Allah SWT. Doa adalah senjata mukmin, dan dzikir adalah pengingat akan kebesaran Allah. Meskipun tidak ada doa atau dzikir khusus yang wajib dibaca hanya pada Hari Asyura, memperbanyak doa dan dzikir secara umum sangat dianjurkan.
- Waktu Mustajab: Hari-hari mulia seperti Asyura seringkali dianggap sebagai waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Manfaatkan kesempatan ini untuk memohon ampunan, rahmat, hidayah, dan segala kebaikan dunia akhirat.
- Jenis Dzikir: Perbanyaklah membaca kalimat-kalimat tayyibah seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Laa Ilaha Illallah, Allahu Akbar, istighfar (Astaghfirullah), dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
- Doa Umum: Panjatkan doa-doa yang bersifat umum maupun spesifik sesuai kebutuhan pribadi, keluarga, dan umat Islam.
3. Membaca Al-Qur'an
Membaca Al-Qur'an adalah ibadah yang sangat utama dan mendatangkan pahala yang besar. Setiap huruf yang dibaca akan dihitung sebagai kebaikan. Menghabiskan waktu di Hari Asyura untuk membaca, merenungkan (tadabbur), dan memahami ayat-ayat Al-Qur'an akan sangat bermanfaat.
- Keutamaan Tilawah: Al-Qur'an adalah kalamullah yang suci. Membacanya adalah interaksi langsung dengan firman Allah, yang menenangkan hati dan jiwa.
- Memperoleh Hikmah: Dengan membaca dan merenungkan Al-Qur'an, kita dapat memperoleh hikmah, petunjuk, dan pelajaran dari kisah-kisah para nabi yang relevan dengan Hari Asyura.
4. Menyambung Silaturahmi
Menyambung tali silaturahmi adalah amalan yang sangat ditekankan dalam Islam, dengan janji pahala yang besar dan keberkahan dalam hidup. Hari Asyura bisa menjadi momentum untuk mempererat hubungan dengan keluarga, kerabat, tetangga, dan sahabat.
- Keutamaan Silaturahmi: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi." (HR. Bukhari dan Muslim). Hari Asyura menjadi kesempatan yang baik untuk merealisasikan hal ini.
- Bentuk Pelaksanaan: Mengunjungi kerabat, menelepon, atau berkirim pesan untuk menanyakan kabar adalah bentuk-bentuk silaturahmi yang dapat dilakukan.
5. Mengusap Kepala Anak Yatim
Memberi perhatian dan kasih sayang kepada anak yatim adalah amalan yang sangat mulia dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Rasulullah SAW bersabda, "Aku dan pengasuh anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini," seraya beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, dan beliau sedikit merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari).
Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara spesifik mengkhususkan mengusap kepala anak yatim hanya pada Hari Asyura, melakukan kebaikan ini pada hari yang mulia akan tetap mendapatkan pahala. Ini adalah bentuk kepedulian sosial yang sangat dianjurkan.
6. Mandi dan Memakai Wangi-wangian (Menjaga Kebersihan)
Ada beberapa riwayat yang menyebutkan anjuran untuk mandi dan memakai wangi-wangian pada Hari Asyura. Namun, sebagian besar ulama berpendapat bahwa riwayat-riwayat ini lemah atau palsu (maudhu'). Meski demikian, menjaga kebersihan diri, mandi, memakai pakaian terbaik, dan wangi-wangian adalah sunnah secara umum dalam Islam, terutama ketika akan melaksanakan ibadah atau pada hari-hari Jumat dan hari raya. Melakukan hal ini pada Hari Asyura dengan niat menjaga kebersihan dan kesunahan secara umum tentu tidak mengapa dan akan mendatangkan pahala.
7. Memakai Celak
Sama seperti mandi dan wangi-wangian, ada riwayat yang menganjurkan memakai celak pada Hari Asyura, namun riwayat-riwayat ini juga dinilai lemah atau palsu oleh para ahli hadits. Memakai celak adalah sunnah secara umum yang dilakukan Rasulullah SAW sebagai bentuk perawatan diri dan kesehatan mata, bukan sebagai ritual khusus Asyura. Jadi, jika seseorang memakai celak pada Hari Asyura dengan niat mengikuti sunnah secara umum, itu baik. Namun, jangan mengkhususkan celak sebagai amalan wajib atau istimewa hanya pada Hari Asyura.
Penting untuk diingat bahwa prioritas utama amalan Asyura adalah puasa Tasu'a dan Asyura. Amalan-amalan lain di atas adalah kebaikan umum yang sangat dianjurkan dalam Islam, dan melakukannya pada hari yang mulia ini diharapkan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan menghindari bid'ah (sesuatu yang baru dalam agama tanpa dasar syariat).
Adab dan Etika dalam Melaksanakan Amalan Asyura
Melaksanakan amalan Asyura tidak hanya sekadar mengikuti ritual, tetapi juga melibatkan adab dan etika yang penting untuk menjaga keikhlasan, kesempurnaan ibadah, dan kesatuan umat. Memperhatikan adab ini akan memastikan bahwa amalan kita diterima di sisi Allah SWT.
1. Niat yang Ikhlas Hanya karena Allah SWT
Ini adalah pondasi utama dalam setiap ibadah. Niatkanlah setiap amalan di Hari Asyura, terutama puasa, semata-mata karena mengharap ridha Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Hindari niat riya' (pamer), mencari pujian manusia, atau tujuan duniawi lainnya.
- Pentingnya Keikhlasan: Allah SWT hanya menerima amal yang ikhlas. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim).
- Mengoreksi Niat: Sebelum dan selama beramal, selalu koreksi niat agar tetap lurus hanya untuk Allah.
2. Menghindari Ghuluw (Berlebihan)
Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbangan dan moderasi. Hindari sikap berlebihan (ghuluw) dalam melaksanakan amalan Asyura, baik dalam bentuk penambahan ritual yang tidak ada dasarnya, maupun dalam bentuk meratapi secara berlebihan yang tidak sesuai syariat.
- Sikap Moderat: Cukup laksanakan amalan yang disunnahkan secara jelas, seperti puasa Tasu'a dan Asyura, serta amalan kebaikan umum lainnya.
- Tidak Membebani Diri: Jangan memaksakan diri untuk melakukan amalan yang di luar kemampuan atau yang tidak dianjurkan secara syariat yang kuat.
3. Menjauhi Bid'ah (Amalan Baru dalam Agama)
Salah satu prinsip fundamental dalam beribadah adalah mengikuti tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah. Menambahkan amalan baru dalam agama yang tidak memiliki dasar syariat yang kuat, dengan keyakinan bahwa itu adalah ibadah yang dianjurkan pada hari Asyura, disebut bid'ah. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah kami padanya, maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim).
- Contoh Bid'ah yang Harus Dihindari:
- Mengadakan ritual khusus yang tidak diajarkan Nabi SAW, misalnya membuat bubur Asyura dengan keyakinan ritualistik khusus yang wajib. Menjadikan bubur sebagai sedekah biasa tentu tidak mengapa.
- Mengkhususkan dzikir atau doa tertentu yang tidak ada dasarnya dari Al-Qur'an atau Sunnah shahih untuk dibaca pada hari Asyura.
- Melakukan perayaan atau ratapan yang berlebihan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
- Pentingnya Ilmu: Belajar dan memahami dalil-dalil syariat sangat penting untuk membedakan antara sunnah dan bid'ah.
4. Menjaga Etika dalam Berinteraksi
Meskipun Asyura adalah hari ibadah, tetaplah menjaga etika dan akhlak mulia dalam berinteraksi dengan sesama, baik keluarga, tetangga, maupun umat Muslim lainnya.
- Toleransi: Hormati perbedaan pendapat dalam masalah furu' (cabang) yang masih dalam koridor syariat.
- Tidak Memaksa: Jangan memaksa orang lain untuk mengikuti amalan tertentu, apalagi jika amalan tersebut bersifat sunnah atau masih dalam perdebatan di kalangan ulama.
- Ukhuwah Islamiyah: Manfaatkan momen ini untuk mempererat tali persaudaraan, bukan memicu perpecahan.
5. Fokus pada Esensi Ibadah
Ingatlah bahwa tujuan utama dari setiap amalan adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, meningkatkan takwa, dan membersihkan hati. Jangan sampai fokus kita teralihkan hanya pada bentuk luar amalan tanpa meresapi makna dan tujuan spiritualnya.
- Merenungi Hikmah: Saat berpuasa, renungkanlah kisah Nabi Musa, kekuasaan Allah, dan janji ampunan-Nya.
- Introspeksi Diri: Gunakan momen ini untuk muhasabah (introspeksi), mengevaluasi amal perbuatan, dan memperbaiki diri.
6. Tidak Berprasangka Buruk (Su'udzon)
Hindari berprasangka buruk terhadap orang lain yang mungkin tidak berpuasa atau tidak melakukan amalan tertentu pada Hari Asyura. Hati manusia hanya Allah yang tahu, dan setiap orang memiliki kondisi serta pemahaman ilmunya masing-masing. Fokuslah pada perbaikan diri sendiri.
Dengan menerapkan adab dan etika ini, kita berharap amalan Asyura kita tidak hanya sah secara fiqih, tetapi juga diterima di sisi Allah SWT dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan dalam kehidupan spiritual kita.
Kesalahan Umum dan Pemahaman Keliru Seputar Hari Asyura
Meskipun Hari Asyura memiliki keutamaan yang besar dan amalan yang jelas, seringkali terjadi kekeliruan dalam pemahaman dan praktiknya di tengah masyarakat. Penting bagi kita untuk mengenali dan menghindari kesalahan-kesalahan ini agar ibadah kita tetap sesuai dengan tuntunan syariat dan mendapatkan ridha Allah SWT.
1. Meyakini Amalan Bid'ah Sebagai Sunnah
Ini adalah kekeliruan paling fatal yang harus dihindari. Bid'ah adalah menambah-nambahkan sesuatu yang baru dalam agama yang tidak ada dasarnya dari Al-Qur'an dan Sunnah, dengan keyakinan bahwa itu adalah bagian dari ibadah. Beberapa contoh yang sering terjadi pada Hari Asyura:
- Ritual Bubur Asyura: Membuat bubur Asyura dan menyajikannya sebagai ritual khusus yang dianggap wajib atau memiliki keutamaan syar'i tertentu di Hari Asyura. Meskipun bersedekah makanan adalah kebaikan, mengkhususkannya sebagai ritual yang harus ada pada Hari Asyura adalah bid'ah jika diyakini sebagai ibadah spesifik dengan pahala khusus yang tidak pernah diajarkan Nabi SAW.
- Doa-Doa Asyura Khusus: Mengamalkan doa-doa tertentu yang diklaim sebagai "Doa Asyura" yang harus dibaca pada hari itu dengan janji pahala luar biasa, padahal tidak ada dasar dalil yang sahih dari Nabi SAW.
- Mengkhususkan Mandi Asyura: Meyakini mandi di Hari Asyura memiliki keutamaan khusus yang setara dengan mandi wajib atau mandi jumat, padahal hadits tentangnya sangat lemah. Mandi sunnah secara umum adalah kebaikan, tetapi mengkhususkannya sebagai amalan syar'i khusus Asyura tanpa dalil kuat adalah keliru.
Penting untuk selalu mengacu pada dalil yang sahih dari Al-Qur'an dan Sunnah dalam setiap amalan ibadah. Jika tidak ada dalil yang jelas, maka amalan tersebut tidak bisa diklaim sebagai sunnah atau wajib.
2. Berlebihan dalam Merayakan atau Meratapi
Beberapa kelompok Muslim (terutama Syiah) merayakan Hari Asyura dengan ratapan, duka cita, dan ritual-ritual berkabung yang berlebihan untuk mengenang syahidnya Imam Husain RA. Sementara itu, di sisi lain, ada juga yang mungkin merayakan dengan cara-cara yang tidak sesuai syariat. Islam mengajarkan sikap moderat dan menjauhi ekstremisme:
- Menghindari Ratapan Berlebihan: Meratapi kematian seseorang secara berlebihan, memukul diri, atau melakukan tindakan ekstrem lainnya dilarang dalam Islam. Nabi SAW mengajarkan kesabaran dan istirja' (mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un) saat menghadapi musibah.
- Menghindari Perayaan yang Tidak Syar'i: Sebaliknya, merayakan dengan pesta pora atau hiburan yang melalaikan dari ibadah juga tidak sesuai dengan spirit Hari Asyura yang penuh refleksi dan ketaatan.
Peringatan terhadap peristiwa Karbala bisa dilakukan dengan mengenang sejarah, mengambil pelajaran, dan mendoakan para syuhada, namun tanpa melakukan ritual yang menyimpang dari syariat.
3. Menganggap Semua Hadits tentang Asyura Sahih
Banyak hadits lemah atau bahkan palsu (maudhu') beredar mengenai keutamaan dan amalan-amalan Hari Asyura di luar puasa. Misalnya, hadits tentang memakai celak, mandi, memakai henna, atau melihat orang sakit pada Hari Asyura. Para ulama hadits telah mengkaji riwayat-riwayat ini dan menyatakan banyak di antaranya tidak sahih.
- Pentingnya Sanad dan Matan: Dalam memahami hadits, penting untuk memeriksa sanad (rantai perawi) dan matan (isi) hadits. Jangan mudah percaya pada setiap informasi yang dikaitkan dengan Nabi SAW tanpa verifikasi.
- Merujuk pada Ulama Terpercaya: Selalu merujuk kepada ulama-ulama yang memiliki keahlian dalam bidang hadits dan fikih untuk mendapatkan pemahaman yang benar.
4. Mengabaikan Puasa Tasu'a
Meskipun puasa Asyura (10 Muharram) adalah yang paling utama, mengabaikan puasa Tasu'a (9 Muharram) berarti kehilangan sebagian dari sunnah Nabi SAW dan hikmah di baliknya, yaitu membedakan diri dari kaum Yahudi. Banyak Muslim hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, padahal Nabi SAW sangat ingin berpuasa pada tanggal 9 Muharram.
- Kesempurnaan Sunnah: Melaksanakan puasa Tasu'a dan Asyura adalah cara yang lebih sempurna untuk mengikuti sunnah Nabi SAW.
- Mendapatkan Pahala Ganda: Dengan berpuasa dua hari, pahala yang didapat juga lebih banyak.
5. Menganggap Puasa Asyura Menggantikan Puasa Qadha Ramadhan
Puasa Asyura adalah puasa sunnah, sedangkan puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang jika ditinggalkan harus diqadha. Puasa sunnah tidak bisa secara otomatis menggantikan puasa wajib yang terlewat. Jika seseorang memiliki hutang puasa Ramadhan, ia harus mengqadha puasa tersebut.
- Prioritas Qadha: Jika seseorang memiliki hutang puasa Ramadhan, para ulama menyarankan untuk mengqadha puasa Ramadhan terlebih dahulu, atau setidaknya mengqadha di hari-hari lain di luar Asyura.
- Niat Gabungan: Sebagian ulama membolehkan niat gabungan (qadha + sunnah) jika seseorang berpuasa pada hari Asyura. Namun, yang terbaik adalah mengqadha terlebih dahulu, lalu berpuasa sunnah di kesempatan lain.
6. Mengkhususkan Amalan Tertentu Tanpa Dalil Kuat
Selain yang disebutkan di atas, ada kecenderungan untuk mengkhususkan amalan tertentu di Hari Asyura yang sebenarnya tidak ada dasarnya. Misalnya, keyakinan bahwa pada Hari Asyura harus membaca Surah Yasin sekian kali, atau melakukan shalat sunnah tertentu yang tidak ada di dalam riwayat yang sahih. Ini juga masuk dalam kategori bid'ah.
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan ini, kuncinya adalah ilmu. Teruslah belajar agama dari sumber yang benar, merujuk kepada ulama yang kompeten, dan senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah yang sahih. Dengan demikian, ibadah kita akan benar dan diterima oleh Allah SWT.
Hikmah dan Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Hari Asyura
Hari Asyura bukan hanya tentang puasa dan amalan sunnah semata, tetapi juga merupakan ladang hikmah dan pelajaran berharga yang dapat membimbing kita dalam menjalani kehidupan. Merenungi hikmah ini akan memperdalam pemahaman kita tentang hari yang mulia ini.
1. Kekuasaan Allah SWT dan Kemenangan Kebenaran
Kisah Nabi Musa AS dan Firaun adalah pengingat yang abadi akan kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas. Firaun yang angkuh dan zalim, yang mengklaim dirinya sebagai tuhan, akhirnya ditenggelamkan bersama pasukannya oleh air laut yang sebelumnya terbelah untuk memberi jalan bagi orang-orang beriman.
- Tiada Daya Selain Kekuasaan Allah: Kisah ini mengajarkan bahwa sekuat apa pun tirani dan sehebat apa pun kekuatan duniawi, ia tidak akan mampu melawan kehendak Allah. Kemenangan selalu milik kebenaran, bahkan jika harus melewati ujian yang berat.
- Harapan bagi Orang Tertindas: Bagi mereka yang tertindas dan dizalimi, kisah ini adalah sumber harapan dan motivasi bahwa Allah pasti akan menolong hamba-hamba-Nya yang bersabar dan beriman.
2. Pentingnya Bersyukur kepada Allah
Nabi Musa AS berpuasa pada Hari Asyura sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas penyelamatan yang agung. Hal ini mengajarkan kita pentingnya bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah, baik nikmat yang besar maupun yang kecil.
- Syukur Mengundang Berkah: Dengan bersyukur, Allah akan menambah nikmat-Nya. Puasa Asyura adalah salah satu cara mengekspresikan rasa syukur kita.
- Mengakui Pemberian Allah: Syukur adalah pengakuan bahwa segala kebaikan datang dari Allah semata.
3. Kesabaran dan Ketabahan dalam Menghadapi Cobaan
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Israil penuh dengan cobaan, mulai dari penindasan Firaun, kejaran pasukannya, hingga kesulitan di padang pasir. Namun, dengan kesabaran dan ketabahan, mereka akhirnya meraih kemenangan dan kebebasan.
- Ujian adalah Bagian dari Iman: Hidup ini adalah ujian. Kisah para nabi menunjukkan bahwa orang-orang saleh pun tidak luput dari ujian. Kesabaran adalah kunci untuk melewati setiap cobaan.
- Pertolongan Allah Bersama Kesabaran: "Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153).
4. Pentingnya Mengikuti Sunnah dan Membedakan Diri dari Kaum Lain
Anjuran Nabi Muhammad SAW untuk menambah puasa Tasu'a (9 Muharram) di samping puasa Asyura (10 Muharram) adalah pelajaran penting tentang identitas Muslim. Kita diperintahkan untuk mengikuti sunnah Nabi SAW dan memiliki kekhasan dalam ibadah, tidak meniru secara mutlak kebiasaan kaum lain.
- Jati Diri Muslim: Islam memiliki syariatnya sendiri yang sempurna. Mengikuti sunnah Nabi adalah cara terbaik untuk menjaga keaslian agama dan jati diri Muslim.
- Kewaspadaan Terhadap Peniruan: Pelajaran ini mengingatkan kita untuk selalu selektif dalam mengadopsi tradisi atau kebiasaan dari luar Islam, terutama yang berkaitan dengan ibadah.
5. Peluang untuk Membersihkan Diri dari Dosa
Keutamaan puasa Asyura sebagai penghapus dosa setahun yang lalu adalah peluang emas bagi setiap Muslim untuk membersihkan diri dari kesalahan. Ini menunjukkan rahmat Allah yang luas dan kemudahan dalam meraih ampunan-Nya.
- Semangat Bertaubat: Momen Asyura seharusnya mendorong kita untuk tidak hanya berpuasa, tetapi juga bertaubat dari dosa-dosa, baik kecil maupun besar, dan bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
- Optimisme dalam Ibadah: Mengetahui bahwa ada amalan yang dapat menghapus dosa memberi kita optimisme dan semangat untuk terus beribadah dan berusaha menjauhi maksiat.
6. Semangat Persatuan dan Kepedulian Sosial
Meskipun tragedi Karbala adalah peristiwa yang memilukan, esensi Hari Asyura yang penuh berkah harusnya mendorong umat Muslim untuk mempererat persatuan, bukan memecah belah. Amalan sedekah, menjamu keluarga, dan memperhatikan anak yatim juga menekankan aspek kepedulian sosial yang sangat kuat dalam Islam.
- Ukhuwah Islamiyah: Hari Asyura dapat menjadi pengingat akan pentingnya persatuan umat dan menghindari perpecahan atas dasar perbedaan pandangan.
- Tanggung Jawab Sosial: Amalan-amalan seperti sedekah dan perhatian kepada yatim mengingatkan kita akan tanggung jawab kita terhadap sesama, terutama yang membutuhkan.
Dengan merenungi hikmah-hikmah ini, Hari Asyura dapat menjadi lebih dari sekadar hari untuk berpuasa, tetapi juga menjadi momentum untuk pertumbuhan spiritual, introspeksi, dan penguatan nilai-nilai keislaman dalam diri kita.
Pertanyaan Sering Diajukan Seputar Amalan Asyura
Berikut adalah beberapa pertanyaan umum yang sering muncul terkait amalan Asyura, beserta penjelasannya untuk membantu memperjelas pemahaman kita.
1. Bolehkah Hanya Berpuasa Asyura Saja (10 Muharram) Tanpa Tasu'a?
Secara fiqih, puasa Asyura (10 Muharram) saja adalah sah dan akan tetap mendapatkan pahala penghapus dosa setahun yang lalu. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang keutamaan puasa Asyura secara spesifik. Namun, melaksanakan puasa Tasu'a (9 Muharram) bersama Asyura adalah lebih afdal (utama) dan lebih sempurna sesuai dengan sunnah Nabi SAW, untuk membedakan diri dari kaum Yahudi. Jika seseorang tidak mampu berpuasa Tasu'a karena alasan tertentu, berpuasa Asyura saja sudah cukup.
2. Bagaimana Hukumnya Jika Hari Asyura Jatuh pada Hari Jumat atau Sabtu?
Dalam Islam, terdapat larangan untuk mengkhususkan puasa pada hari Jumat saja atau hari Sabtu saja, kecuali jika bertepatan dengan puasa sunnah yang memiliki sebab, seperti puasa Arafah, puasa Daud, atau puasa qadha. Karena puasa Asyura adalah puasa sunnah yang memiliki sebab (yaitu hari Asyura), maka hukumnya tetap boleh jika bertepatan dengan hari Jumat atau Sabtu. Para ulama berpendapat bahwa larangan tersebut tidak berlaku jika puasa itu bertepatan dengan kebiasaan seseorang (misalnya puasa Daud) atau ada sebab lain, seperti puasa Asyura. Lebih baik lagi jika didahului dengan puasa Tasu'a (9 Muharram) agar berpuasa dua hari.
3. Apakah Puasa Asyura Menggantikan Puasa Qadha Ramadhan?
Tidak. Puasa Asyura adalah puasa sunnah, sedangkan puasa qadha Ramadhan adalah puasa wajib. Puasa sunnah tidak bisa secara otomatis menggantikan puasa wajib. Jika seseorang memiliki hutang puasa Ramadhan, ia tetap wajib mengqadhanya di hari lain. Beberapa ulama membolehkan seseorang menggabungkan niat puasa qadha dengan niat puasa Asyura jika dia berpuasa pada hari Asyura, sehingga ia mendapatkan pahala keduanya. Namun, lebih utama adalah mengqadha puasa wajib terlebih dahulu.
4. Bagaimana Jika Lupa Niat Puasa Asyura atau Tasu'a pada Malam Hari?
Untuk puasa sunnah, niat boleh dilakukan pada siang hari, asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar dan niatnya dilakukan sebelum tergelincir matahari (waktu zawal/sekitar tengah hari). Jadi, jika seseorang terbangun di pagi hari dan teringat bahwa itu adalah hari Asyura atau Tasu'a dan ia ingin berpuasa, maka ia bisa berniat puasa sunnah asalkan ia belum makan atau minum.
5. Apa Perbedaan Amalan Asyura di Kalangan Sunni dan Syiah?
Ada perbedaan signifikan dalam pendekatan terhadap Hari Asyura antara Muslim Sunni dan Syiah. Bagi Muslim Sunni, Hari Asyura adalah hari yang dimuliakan karena penyelamatan Nabi Musa AS dari Firaun, dan amalan utamanya adalah puasa Tasu'a dan Asyura sebagai bentuk syukur dan mengikuti sunnah Nabi SAW. Sementara itu, bagi Muslim Syiah, Hari Asyura adalah hari berkabung dan duka cita yang sangat mendalam untuk memperingati syahidnya Imam Husain bin Ali RA di Karbala. Amalan mereka lebih berfokus pada ratapan, kesedihan, dan ritual duka cita, yang seringkali berbeda dengan amalan Sunni.
6. Apakah Membuat Bubur Asyura Itu Sunnah?
Membuat bubur Asyura bukanlah sunnah yang diajarkan Nabi SAW. Tidak ada dalil sahih yang mengkhususkan membuat bubur ini sebagai ibadah di Hari Asyura. Namun, jika seseorang membuat bubur atau makanan lain dengan niat bersedekah kepada fakir miskin, anak yatim, atau menjamu tetangga dan kerabat, maka ini adalah perbuatan baik yang dianjurkan secara umum dalam Islam, dan akan mendapatkan pahala sedekah. Kekeliruannya adalah jika meyakini bubur ini sebagai ritual khusus Asyura yang wajib atau memiliki keutamaan tersendiri berdasarkan syariat.
7. Apakah Ada Doa Khusus yang Harus Dibaca pada Hari Asyura?
Tidak ada doa khusus yang ma'tsur (diriwayatkan secara sahih dari Nabi SAW) yang diperintahkan untuk dibaca hanya pada Hari Asyura. Doa-doa umum yang berisi permohonan ampunan, rahmat, hidayah, dan kebaikan dunia akhirat sangat dianjurkan. Memperbanyak dzikir, istighfar, dan shalawat juga sangat dianjurkan. Jika ada doa yang beredar dan diklaim sebagai "Doa Asyura" khusus, pastikan untuk memeriksa sumbernya, karena banyak di antaranya tidak memiliki dasar dalil yang kuat.
Memahami jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu umat Muslim untuk melaksanakan amalan Asyura dengan benar, sesuai dengan tuntunan syariat, dan menghindari kekeliruan yang dapat mengurangi nilai ibadah.
Penutup: Mengukir Kebaikan di Hari yang Mulia
Hari Asyura adalah salah satu momentum spiritual yang amat berharga dalam kalender Islam. Dari sejarahnya yang panjang yang sarat dengan peristiwa-peristiwa penting, hingga keutamaan amalannya yang menjanjikan pengampunan dosa, Hari Asyura menawarkan kesempatan emas bagi setiap Muslim untuk memperbarui komitmen spiritualnya dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Kita telah menelusuri kisah penyelamatan Nabi Musa AS dari kezaliman Firaun, sebuah narasi abadi tentang kekuasaan Allah yang tak terbatas dan kemenangan kebenaran atas kebatilan. Kisah ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga sumber inspirasi yang tak pernah kering, mengajarkan kita tentang pentingnya kesabaran, keyakinan, dan syukur dalam menghadapi setiap ujian kehidupan.
Amalan utama pada Hari Asyura, yaitu puasa Tasu'a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), adalah jembatan menuju ampunan Allah SWT atas dosa-dosa setahun yang lalu. Ini adalah karunia yang agung, menunjukkan betapa luasnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Melaksanakan puasa ini juga merupakan bentuk ketaatan dan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW, yang telah mengajarkan kita jalan kebaikan.
Selain puasa, berbagai amalan kebaikan lainnya seperti sedekah, memperbanyak doa dan dzikir, membaca Al-Qur'an, menyambung silaturahmi, dan memperhatikan anak yatim, meskipun tidak memiliki dalil sekuat puasa Asyura secara spesifik, tetap merupakan ibadah mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Melakukannya pada hari-hari yang diberkahi seperti Asyura tentu akan melipatgandakan pahala dan keberkahan.
Namun, penting sekali untuk melaksanakan amalan-amalan ini dengan adab dan etika yang benar: niat yang ikhlas hanya karena Allah, menjauhi sikap berlebihan (ghuluw), dan menghindari segala bentuk bid'ah yang tidak memiliki dasar syariat yang kuat. Ilmu adalah kunci untuk membedakan antara sunnah dan bid'ah, antara yang sahih dan yang lemah.
Semoga panduan lengkap ini dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang Hari Asyura dan amalan-amalannya, sehingga kita dapat memanfaatkan setiap detik yang berharga dari hari yang mulia ini. Marilah kita jadikan Hari Asyura sebagai titik tolak untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa, lebih bersyukur, dan lebih peduli terhadap sesama.
Semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita, mengampuni dosa-dosa kita, dan senantiasa membimbing kita di jalan yang lurus. Aamiin.